KAPUAS HULU – Proses hukum terhadap kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Dusun Penemur, Desa Geruguk, Kecamatan Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu terus bergulir. Pada Selasa (27/05/2025), Pengadilan Negeri (PN) Putussibau kembali menggelar persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap sembilan orang terdakwa yang diduga terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal tersebut.
Sembilan terdakwa yang hadir dalam sidang kali ini antara lain Aldi Durja, Agus Arianto, Efendi, Abidin Udang, Stepanus Aldi, Yohanis Sarri, Jaeni, Leo, dan Tatang. Mereka sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kapuas Hulu dalam perkara yang sama.
Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai John Malvino Seda Noa Wea, dengan dua anggota yakni Didik Nursetiawan dan Radityo Muhammad Harseno. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kapuas Hulu, Aldi, hadir dalam sidang tersebut, bersama dengan penasihat hukum para terdakwa, Dikrospia Suryadi.
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penambangan tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Tindakan mereka juga dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP.
JPU menuntut para terdakwa dengan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara, denda sebesar Rp10 juta, dan subsider 2 bulan kurungan penjara.
Terkait tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa menyatakan akan segera menyusun pembelaan.
“Saya lagi mempersiapkan pledoi untuk 22 klien saya pada sidang selanjutnya,” ujar Dikrospia Suryadi.
Untuk diketahui, total terdakwa dalam kasus PETI di Dusun Penemur ini berjumlah 22 orang. Sebanyak 13 terdakwa lainnya telah lebih dahulu menjalani persidangan sehari sebelumnya, Senin (26/05/2025). Dari jumlah tersebut, 12 orang mendapat tuntutan yang sama yakni 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider 2 bulan. Sementara satu terdakwa bernama Martinus Yones, yang diketahui sebagai pemilik alat dan pekerja lapangan, mendapat tuntutan lebih berat: 1 tahun 6 bulan kurungan dan denda Rp10 juta subsider 3 bulan penjara.
Kasus ini mencerminkan seriusnya aparat penegak hukum dalam menindak aktivitas pertambangan ilegal di wilayah perbatasan Kalimantan Barat, yang selama ini dinilai merusak lingkungan dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku. [] Admin03