GORONTALO – Kepolisian Resor Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, tengah memburu enam kepala desa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan politik uang pada pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Keenam tersangka kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan telah dirilis ke publik beserta nama dan foto mereka.
“Kami memburu enam orang kades dalam kasus dugaan politik uang tersebut,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Gorontalo Utara, AKP Muhammad Arianto, di Gorontalo, Minggu.
Para tersangka yang masuk dalam DPO berasal dari wilayah timur Kabupaten Gorontalo Utara, tepatnya di Kecamatan Atinggola. Mereka adalah Rahman Desei, Kepala Desa Pinontoyonga; Kusno V. Gobel, Kepala Desa Sigaso; Isnain Talaban, Kepala Desa Imana; Hartono Datau, Kepala Desa Buata; Anton Puabengga, Kepala Desa Bintana; dan Hamran Ahaya, Kepala Desa Olohuta.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat yang mengetahui keberadaan keenam tersangka agar segera melapor ke kantor polisi terdekat. Upaya pengejaran ini dilakukan setelah masa penahanan para tersangka berakhir pada tanggal 22 Mei 2025 pukul 21.00 WITA.
Menurut Kasat Reskrim, upaya untuk melimpahkan perkara ke tahap II pada tanggal tersebut tidak berhasil, karena hanya mendapatkan P21 dari kejaksaan. “Sebelumnya kami sudah berusaha mendapatkan Tahap II di hari tersebut, namun kami hanya bisa mendapatkan P21. Sehingga harus tertib administrasi. Jika tidak dikeluarkan dari tahanan sesuai tanggal penahanan maka kami melanggar HAM, karena menahan orang tanpa dasar,” kata Kasat.
Kesalahan perhitungan hari dalam masa penahanan juga diakui terjadi. Penahanan sebelumnya disesuaikan dengan jadwal daluwarsa perkara yang dihitung dari tanggal 2 Mei 2025, namun tanggal 13 Mei merupakan cuti nasional dalam rangka Hari Raya Waisak, sehingga menghitung ulang masa kerja menyebabkan daluwarsa perkara bergeser ke tanggal 23 Mei 2025.
“Kami berpacu dengan 14 hari kerja yang mana perhitungan awal 14 hari kerja adalah tanggal 22 Mei 2025, sehingga kami menerbitkan Surat Perintah Penahanan menyesuaikan dengan tanggal daluwarsa yaitu 22 Mei 2025. Namun ternyata pada tanggal 13 Mei 2025, adalah cuti hari raya Waisak, maka dihitung hari libur nasional, sehingga akhirnya bertambahlah masa daluwarsa satu hari yaitu menjadi tanggal 23 Mei 2025,” ujarnya.
Surat perintah penahanan yang telah terbit sebelumnya tidak dapat direvisi. Maka setelah para tersangka dikeluarkan dari tahanan pada malam harinya, kepolisian mengerahkan personel untuk berjaga di rumah masing-masing tersangka guna mencegah mereka melarikan diri. “Satu tersangka dijaga dua orang polisi. Tapi ternyata mereka tetap kabur. Ada yang diketahui kabur lewat jendela kamar, ada yang pura-pura izin ke toilet dan ada juga yang lewat belakang rumah sehingga luput dari pantauan petugas yang berjaga,” ujar Muhammad Arianto. []
Redaksi11