Pontianak Berduka, Jalanan Jadi Kuburan Anak

PONTIANAK – Jalan Komodor Yos Sudarso kembali menelan korban. Kali ini, seorang pelajar, Syarif Muhammad Farid Fathoni, meregang nyawa tepat di depan SDN 73 Pontianak Barat, setelah sepeda motor yang ditumpanginya bersama dua teman terlibat kecelakaan maut, Jumat (03/10/2025).

Tiga remaja di atas satu motor, tanpa perlindungan memadai, beradu nasib dengan truk tronton yang melintas. Satu tewas di tempat, dua lainnya terluka parah dan kini berjuang di rumah sakit. Tragedi ini bukan yang pertama, tapi tampaknya belum cukup menggugah kesadaran semua pihak dari pemerintah, orang tua, hingga aparat lalu lintas bahwa jalanan Pontianak kian berbahaya bagi anak-anak.

Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, datang melayat ke rumah duka dan menyampaikan belasungkawa. “Pemerintah Kota Pontianak mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Kami juga akan membantu pengobatan adik korban yang kini sedang dirawat di RS Soedarso dan harus menjalani operasi,” ujarnya dengan nada berduka, Sabtu (04/10/2025).

Namun di balik duka, publik mempertanyakan: sampai kapan anak-anak harus terus menjadi korban di jalan raya yang setiap hari dilintasi kendaraan berat tanpa pembatasan jelas? Jalan Komodor Yos Sudarso sudah lama dikenal rawan, namun penanganannya kerap sebatas imbauan.

Saksi mata, Sujimin, pedagang di lokasi kejadian, menggambarkan momen tragis itu.
“Saya lagi melayani pembeli, tiba-tiba menoleh ke belakang, ya Rabbana, mereka sudah di bawah tronton. Satu anak tidak tertolong lagi. Yang lain luka-luka, ada yang masih kecil perempuan, wajahnya terluka,” ucapnya dengan suara gemetar.

Diduga, motor para pelajar itu kehilangan kendali saat melaju searah dengan truk. Dalam sekejap, nyawa Syarif melayang di bawah roda berat yang mestinya tidak dibiarkan melintasi jalur padat pelajar tanpa pengawasan ekstra.

Pemerintah memang rutin menyerukan kehati-hatian, namun kebijakan konkret soal pengaturan lalu lintas campuran antara kendaraan berat dan motor di kawasan pendidikan hingga kini nyaris tak terlihat.

Wali Kota Edi menegaskan akan meningkatkan keselamatan di jalur tersebut.
“Lalu lintas kita masih bercampur antara kendaraan berat dan roda dua. Karena itu, kita harap pengendara motor lebih berhati-hati, dan orang tua juga harus menjaga serta membatasi anak-anaknya,” tegasnya.

Pernyataan itu terdengar normatif seolah keselamatan anak hanya bisa diserahkan pada nasib dan kehati-hatian individu, bukan tanggung jawab sistemik. Sementara, jalanan kota masih menjadi arena maut bagi pelajar yang mestinya dilindungi.

Syarif kini telah tiada. Ia pergi meninggalkan duka, sekaligus menyisakan pertanyaan getir: berapa lagi nyawa anak yang harus hilang sebelum jalur rawan itu benar-benar aman? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com