Prabowo Jawab Kritik: Ekonomi Tak Gagal, Data Buktikan Kemajuan

SEMARANG – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan bahwa angka kemiskinan absolut di Indonesia mengalami penurunan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidatonya pada Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang digelar di Jawa Tengah, Minggu (20/07/2025). Prabowo menyampaikan data tersebut berdasarkan laporan langsung dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar.

“Kepala BPS (Amalia Adininggar) lapor ke saya angka pengangguran menurun angka kemiskinan absolut menurun, ini BPS yang bicara,” ujar Prabowo di hadapan para kader PSI.

Dalam kesempatan yang sama, Prabowo membantah tudingan bahwa Indonesia tengah menghadapi masa depan yang suram. Menurutnya, anggapan tersebut hanyalah upaya pihak tertentu untuk menciptakan persepsi kelam terhadap kondisi Indonesia. Ia menegaskan bahwa situasi nasional saat ini sedang berada dalam arah yang positif dan konstruktif.

“Inti-intinya kita berada di jalan yang benar, usaha untuk membuat seolah-olah Indonesia dalam keadaan susah Indonesia dalam keadaan gelap Indonesia ekonomi gagal itu saudara-saudara itu adalah upaya menurunkan semangat kita dan itu tidak benar saudara sekalian,” ucapnya.

Dari data BPS yang dirilis pada Mei 2025, tercatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia per Februari 2025 berada di angka 4,76 persen. Angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 0,06 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Adapun data kemiskinan nasional per September 2024 tercatat sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,08 juta jiwa. Angka ini turun dari 9,03 persen pada Mei 2024. Penurunan ini disebut sebagai hasil dari berbagai program pemulihan ekonomi dan perlindungan sosial yang dilakukan pemerintah.

Meski demikian, angka kemiskinan versi BPS sempat menjadi sorotan lantaran berbeda signifikan dengan data yang dirilis Bank Dunia. Dalam laporan Macro Poverty Outlook yang terbit awal 2025, Bank Dunia menyebutkan bahwa sekitar 60,3 persen penduduk Indonesia atau 171,8 juta jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan, jika menggunakan tolok ukur internasional.

Menanggapi perbedaan tersebut, BPS menjelaskan bahwa perbedaan metodologi menjadi penyebab utamanya. Bank Dunia menggunakan standar kemiskinan global sebesar US$6,85 Purchasing Power Parity per hari, yang merujuk pada median garis kemiskinan 37 negara berpendapatan menengah atas. Sementara BPS memakai pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN), yang disesuaikan dengan karakteristik konsumsi dan biaya hidup masyarakat Indonesia.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa pemaknaan angka kemiskinan sangat bergantung pada standar dan kerangka pengukuran yang digunakan. Pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran secara berkelanjutan melalui berbagai program pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com