PALANGKA RAYA – Dugaan penyimpangan dalam penjualan komoditas tambang kembali mencuat di Kalimantan Tengah. Kali ini, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) menaruh perhatian serius pada praktik penjualan zirkon, ilmenite, dan rutil yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Asisten Intelijen Kejati Kalteng, Hendri Hanafi, menegaskan bahwa kerugian negara akibat praktik tersebut mencapai Rp1,3 triliun berdasarkan perhitungan awal. “Berdasarkan bukti awal, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun,” ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng, Kamis (04/09/2025).
Tidak hanya itu, menurut Hanafi, angka tersebut bisa lebih besar bila memasukkan potensi kehilangan pendapatan dari sektor pertambangan maupun kerusakan lingkungan akibat aktivitas ilegal yang dilakukan. “Termasuk potensi penggunaan lahan dan pengurakan lingkungan berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup,” tambahnya.
Kasus ini berawal dari aktivitas PT Investasi Mandiri, perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.032 hektare di Desa Tawang Kayangan dan Tumbang Miwan, Kabupaten Gunung Mas. IUP itu diterbitkan sejak 2010 oleh Bupati Gunung Mas dan diperpanjang pada 2020 oleh Dinas PTSP Kalteng.
Namun, penyidik Kejati menemukan indikasi penyalahgunaan izin tersebut. Perusahaan diduga menggunakan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Dinas ESDM Kalteng sebagai legitimasi untuk menutupi praktik penjualan yang tidak sesuai ketentuan.
“Padahal mereka membeli dan menampung hasil tambang yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa desa di Katingan dan Kapuas,” jelas Hanafi. Dengan cara ini, PT Investasi Mandiri seolah-olah menjual hasil tambang dari lokasi yang sah, padahal kenyataannya berasal dari luar area perizinan.
Untuk memperkuat bukti, tim penyidik Kejati Kalteng melakukan penggeledahan di kantor PT Investasi Mandiri pada Rabu (03/09/2025). Penggeledahan tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan dari Kepala Kejati Kalteng.
Dalam operasi itu, sejumlah dokumen dan berkas penting disita sebagai bagian dari proses penyidikan. Penyidik juga menelusuri aset-aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan guna mengamankan potensi kerugian negara yang lebih besar.
“Saat ini tim masih mengumpulkan bukti dan mengamankan aset yang berasal dari kejahatan. Perkembangan terbaru nanti akan kami sampaikan,” tegas Hanafi.
Kasus dugaan penyimpangan penjualan tambang ini tidak hanya berdampak pada kerugian keuangan negara, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan lingkungan. Praktik pertambangan tanpa izin resmi berisiko merusak tata ruang, mencemari sungai, serta mengancam kelestarian hutan di wilayah Kalteng.
Selain itu, kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perusahaan tambang di daerah. Penggunaan dokumen resmi sebagai kedok memperlihatkan adanya celah dalam sistem administrasi dan pengawasan sektor pertambangan.
Bagi pemerintah daerah, praktik seperti ini jelas merugikan karena pendapatan asli daerah dari sektor tambang tidak dapat dimaksimalkan. Kerugian ganda pun terjadi, baik dari sisi penerimaan keuangan maupun kerusakan lingkungan.
Kejati Kalteng memastikan penyidikan akan dilakukan secara transparan dan berlanjut hingga tuntas. Langkah hukum ini diharapkan menjadi peringatan bagi perusahaan lain agar tidak melakukan praktik serupa.
Meski penyidikan masih berjalan, publik menaruh harapan besar bahwa kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperketat pengawasan tambang, meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap aturan, serta memastikan hasil sumber daya alam benar-benar memberi manfaat bagi negara dan masyarakat. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan