Prestasi Emas, Anggaran Nihil!

TARAKAN – Di tengah semangat mempersiapkan diri menuju Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Panahan 2025 yang akan digelar pertengahan Oktober mendatang di Bali, Perpani Kalimantan Utara (Kaltara) justru dihadapkan pada persoalan klasik: ketidakpastian anggaran. Alih-alih fokus membina atlet, organisasi olahraga ini kini sibuk memikirkan dana talangan agar bisa tetap berangkat bertanding.

Seleksi terakhir untuk menentukan atlet terbaik digelar Minggu (05/10/2025) di venue depan SMA Muhammadiyah Tarakan. Ketua Perpani Kaltara, Steve Singgih Wibowo, menyebut seleksi ini melibatkan peserta dari Malinau, Bulungan, Nunukan, Tana Tidung, dan Tarakan.

“Malinau sendiri, Bulungan, Nunukan, Tana Tidung dan Tarakan sendiri. Hasilnya nanti diikutkan dalam Kejurnas yang akan berlangsung di Bali,” ujar Steve.

Ia menambahkan, pelaksanaan Kejurnas dijadwalkan dimulai 15 Oktober 2025, dengan jadwal pertandingan panahan pada 17 Oktober 2025. “Kandidat terbaik akan dipilih berangkat ke Bali,” katanya.

Namun di balik semangat itu, terselip keluhan yang mencerminkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap cabang olahraga yang telah membawa nama daerah. Steve mengakui, hingga kini belum ada kepastian anggaran dari KONI maupun Pemerintah Provinsi Kaltara.

“Yang jelas kami berangkat pasti pakai dana talangan semua. Kami minta Dispora dan Pemprov Kaltara untuk di ujung tahun ini. Pasti banyak even. Paling tidak panahan masuk dalam anggaran perubahan. Ada prioritaslah,” tegasnya.

Pernyataan ini menggambarkan ironi yang sering berulang dalam dunia olahraga daerah: atlet berprestasi diabaikan, sementara anggaran justru terserap pada kegiatan yang tak berdampak nyata pada prestasi.

Steve bahkan menyinggung bahwa panahan seharusnya mendapat perhatian lebih, karena pernah menyumbang medali emas di PON sebelumnya. “Banyak lomba ini itu tapi tidak ada prestasinya. Kami harapkan ada perhatian untuk panahan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Hingga kini, jumlah atlet yang akan diberangkatkan masih belum pasti. Proposal anggaran pun belum mendapat respons dari KONI. “Di Bali dihitung hotelnya, makannya lagi. Proposal anggaran kami belum dijawab sama KONI. Kemarin kami usul 16 orang tapi tidak tahu berapa di ACC,” ungkapnya.

Ironisnya, di tengah jargon pemerintah tentang “pembinaan olahraga berkelanjutan”, kenyataan di lapangan justru menunjukkan pembiaran. Atlet panahan, yang prestasinya nyata, justru harus mencari dana sendiri demi membawa nama daerah ke ajang nasional.

Padahal, menurut Steve, panahan bukan sekadar soal kemampuan teknis, tetapi juga mental dan suasana hati. “Panahan ini terukur. Bagus latihan belum tentu tanding bagus. Mood atau tidak, makanya kami upayakan bikin nyaman atlet. Seperti Aceh kemarin kami tidak target paling tidak apa yang diajarkan pelatih bisa diterapkan,” tukasnya.

Sayangnya, bagaimana mungkin atlet bisa “nyaman” jika untuk berangkat bertanding pun masih harus berutang?

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com