SULAWESI SELATAN – Kepolisian Resor Maros berhasil mengamankan RD (41), seorang pria yang nekat melakukan aksi pembakaran di tiga masjid yang berada di wilayah Sulawesi Selatan, yakni di Kabupaten Maros, Kota Makassar, dan Kabupaten Pangkep. Kasus ini sontak menyita perhatian publik, bukan hanya karena menyasar rumah ibadah, tetapi juga karena pelaku memiliki motif yang berangkat dari pemahaman keliru.
RD ditangkap pada Selasa (30/09/2025) sekitar pukul 17.30 Wita di Masjid Al Markaz Al Islami Butta Toa Maros. Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Maros, Rabu (01/10/2025), RD tampak mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye dengan jubah putih. Kedua tangannya terborgol ketika polisi menghadirkannya ke hadapan media.
Kepada penyidik, RD mengaku membakar lemari penyimpanan alat salat di tiga lokasi berbeda. Masjid Syuhada 45 di Kabupaten Maros menjadi sasaran pertama. Aksi serupa juga dilakukan di Masjid Mujahidin, Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, serta Masjid Syuhada 45 di Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep. “Pelaku juga mengaku sebagai pelaku pembakaran masjid di Makassar dan Pangkep,” jelas Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Ridwan, saat memberikan keterangan resmi.
Lebih lanjut, Ridwan mengungkapkan bahwa RD mendasari aksinya pada keyakinan bahwa perempuan tidak diperbolehkan salat di masjid. Pemahaman sepihak ini, menurut polisi, menjadi alasan RD melakukan tindakan ekstrem. Bahkan, RD diketahui pernah menjalani hukuman atas kasus serupa di masa lalu.
“Menurutnya perempuan tidak boleh salat di masjid. Itu adalah pemahaman-pemahaman dari terduga yang mungkin menganggap itu benar, yang bertentangan dengan apa yang ditentukan di negara Indonesia,” tegas Ridwan.
Peristiwa ini menambah daftar kasus intoleransi yang dipicu oleh kesalahpahaman terhadap ajaran agama. Kepolisian menegaskan akan menindaklanjuti kasus ini secara hukum, sembari mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Aksi RD tersebut memicu keprihatinan banyak pihak. Pembakaran rumah ibadah tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga berpotensi mengganggu kerukunan antarumat beragama. Polisi menekankan pentingnya meluruskan pemahaman keagamaan yang keliru melalui jalur edukasi dan tokoh masyarakat, sehingga kasus serupa tidak kembali terjadi.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan keras bahwa pemahaman ekstrem yang tidak sesuai dengan nilai kebangsaan maupun ajaran agama bisa memicu tindakan kriminal. Aparat menegaskan akan mendalami lebih lanjut apakah pelaku bergerak sendiri atau terdapat keterlibatan pihak lain di balik aksinya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan