Program Bergizi, Koordinasi Mati!

TANJUNG SELOR – Setelah serangkaian kasus dugaan keracunan massal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat di sejumlah daerah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, akhirnya bereaksi. Namun, langkah yang diambil tampak lebih bersifat reaktif ketimbang strategis. Dinkes menyebut akan melakukan “assessment spontan” di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah Bulungan.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinkes Bulungan, Imam Sujono, pada Minggu (05/10/2025). Ia menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukan inspeksi mendadak (sidak), melainkan kunjungan tanpa jadwal tetap untuk menilai sejauh mana pelaksanaan MBG sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dapur program tersebut. “Sebenarnya bukan sidak, tapi kami melakukan penilaian spontan. Kalau hasilnya tidak sesuai standar, kami akan berikan peringatan,” ujar Imam.

Sayangnya, pendekatan “penilaian spontan” ini justru menimbulkan pertanyaan. Di tengah maraknya kasus keracunan, publik berharap ada pengawasan yang sistematis dan tegas, bukan sekadar kunjungan sesekali tanpa pola yang jelas.

Dinkes memang memiliki kewenangan untuk memberikan surat peringatan (SP) kepada penyedia makanan MBG. Namun, mekanisme itu terkesan berjalan lambat dan tidak memiliki daya tekan yang cukup untuk mencegah insiden serupa terulang. “Kami bisa mengeluarkan SP ke SPPG-nya. Termasuk kasus pemberhentian sementara di SMAN 1 ini, keputusannya juga menunggu hasil dari kami,” katanya menambahkan.

Ironisnya, Imam mengakui bahwa pengawasan belum berjalan runtut dan menyeluruh. Alasannya, Dinkes tidak termasuk dalam struktur resmi program MBG, yang dikelola langsung oleh lembaga bernama Badan Gizi Nasional (BGN).

“Jujur, koordinasi antara BGN dengan Dinkes masih lemah. Karena Dinkes, Biddokkes, dan BPOM memang tidak masuk dalam struktur resmi program MBG,” ungkap Imam terus terang.

Pernyataan ini menyingkap masalah mendasar dalam kebijakan publik: program sebesar MBG yang menyangkut keselamatan anak sekolah dan menggunakan anggaran negara justru dijalankan tanpa koordinasi kuat antarinstansi yang berwenang di bidang kesehatan dan pengawasan pangan.

Sementara itu, Dinkes Bulungan mengklaim akan tetap menjalankan fungsi pengawasan meskipun tidak dilibatkan secara formal. Namun, tanpa struktur dan wewenang yang jelas, langkah itu dikhawatirkan hanya menjadi simbol tanggung jawab moral tanpa kekuatan hukum yang nyata.

Dalam konteks banyaknya kasus keracunan di sejumlah kabupaten di Kalimantan Utara, wacana assessment spontan justru terdengar seperti upaya menambal kapal bocor dengan plester. Pengawasan yang seharusnya menjadi bagian dari desain program sejak awal kini dilakukan setelah insiden terjadi.

Pertanyaan besar pun muncul: jika instansi kesehatan daerah saja tak masuk dalam sistem resmi MBG, siapa sebenarnya yang menjamin keamanan makanan bagi ribuan pelajar penerima program ini? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com