PONTIANAK – Di tengah momentum bulan Ramadhan, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan di sejumlah sekolah. Meskipun begitu, keberlangsungan program ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, khususnya dalam aspek pengelolaan risiko dan tata kelola sumber daya.
Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, menyampaikan bahwa tantangan program MBG tidak hanya terbatas pada aspek distribusi dan keamanan pangan saat ini, namun akan berkembang seiring waktu.
“Perlunya penerapan manajemen risiko untuk memastikan keterlibatan setiap pihak dalam pelaksanaan MBG. Hal ini mengingat sumber daya yang terbatas dan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya,” kata Rudy, Senin (24/3/2025) sore.
Rudy menjelaskan, program ini memiliki potensi luar biasa untuk memberikan dampak ekonomi dan sosial. Dalam kerangka pro jobs, MBG diperkirakan mampu membuka hingga 1,9 juta lapangan pekerjaan baru, khususnya di sektor pertanian dan pengolahan pangan lokal. Sementara dalam konteks pro poor, program ini dinilai dapat menurunkan tingkat kemiskinan hingga ke angka 5,8 persen, sekaligus mengurangi ketimpangan sosial.
“Semua hal tersebut bisa terjadi apabila roll out atau pengenalannya sesuai dengan ketentuan dan berjalan baik. Tidak hanya itu, DEN telah merekomendasikan dilakukannya business process review dan audit rutin oleh BPKP,” jelasnya.
Sementara itu, Inspektur Daerah Kabupaten Kubu Raya, H.Y. Hardito, yang turut menjadi narasumber dalam kegiatan evaluasi tersebut, menyoroti nilai strategis MBG bagi daerah. Menurutnya, keberadaan program ini dapat memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus membuka peluang pengembangan ekonomi lokal.
“Program tersebut memiliki risiko yang harus dikelola dengan baik, termasuk risiko fraud. Selain strategi dalam mengelola risiko, diperlukan peningkatan pengelolaan risiko fraud,” ungkap Hardito.
Keduanya sepakat bahwa keberhasilan program MBG sangat bergantung pada tata kelola yang akuntabel, pengawasan yang ketat, dan sinergi antarinstansi. Dengan pengelolaan yang tepat, program ini dapat menjadi model intervensi sosial yang tidak hanya menjawab persoalan gizi, tetapi juga menyokong pertumbuhan ekonomi di daerah. [] Adm04