Pulau Derawan hingga Maratua Kekurangan Air Bersih

BERAU – Persoalan air bersih di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menjadi pekerjaan rumah besar yang membutuhkan langkah serius dan terukur. Saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Berau, Minggu (07/09/2025), Gubernur Kaltim Rudi Mas’ud menyoroti fakta bahwa hampir setengah masyarakat di wilayah tersebut belum menikmati akses air bersih secara layak.

Berdasarkan data yang diterimanya, baru sekitar 54 persen masyarakat Kaltim yang bisa menikmati air bersih. Sementara itu, 46 persen lainnya atau setara kurang lebih 2 juta jiwa masih menghadapi kesulitan. Kondisi ini menjadi tantangan utama pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.

“Di Berau, kekurangan air baku ini banyak dirasakan masyarakat di wilayah pesisir selatan hingga pesisir utara. Termasuk pula di kawasan pulau-pulau seperti Derawan, Maratua, hingga Balikukup,” ujar Rudi.

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa persoalan air bersih tidak hanya terbatas di daratan, melainkan juga dirasakan masyarakat di pulau-pulau kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya. Situasi ini menuntut solusi komprehensif agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh air bersih.

Untuk menjawab persoalan ini, Gubernur Rudi menekankan pentingnya percepatan pembangunan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM). Program ini selama ini sudah berjalan melalui inisiatif pemerintah daerah, namun menurutnya belum cukup menjangkau seluruh kebutuhan.

Selain itu, Rudi menilai keterlibatan pihak ketiga sangat dibutuhkan. Karena itu, ia berencana membentuk perusahaan konsorsium yang akan melibatkan perusahaan milik Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, serta mitra daerah lainnya.

“Harapannya, perusahaan ini mampu menghadirkan solusi yang lebih terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat,” jelasnya.

Dengan adanya konsorsium tersebut, pemerintah berharap bisa memperkuat kerja sama lintas sektor. Keterlibatan berbagai pihak dianggap penting agar masalah teknis maupun pembiayaan dapat ditangani lebih cepat.

Krisis air bersih bukan hanya persoalan kebutuhan dasar, melainkan juga berdampak pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat. Di wilayah pesisir Berau misalnya, warga kerap harus menempuh jarak jauh atau membeli air bersih dengan harga tinggi. Kondisi ini menambah beban ekonomi rumah tangga, khususnya bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Selain itu, kurangnya air bersih berisiko menimbulkan masalah kesehatan, terutama penyakit yang ditularkan melalui air. Anak-anak dan kelompok rentan menjadi pihak yang paling terdampak.

Karena itu, rencana pembentukan konsorsium dipandang sebagai langkah strategis yang tidak hanya menargetkan pembangunan infrastruktur, tetapi juga mengedepankan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Pemerintah Provinsi Kaltim menilai bahwa membangun sistem pengelolaan air bersih membutuhkan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya. Mengandalkan satu sumber pembiayaan dianggap tidak cukup untuk mempercepat realisasi program.

Dengan konsorsium, pemerintah berharap setiap daerah dapat saling mendukung, baik dari sisi sumber daya maupun manajemen. Hal ini sekaligus diharapkan menjadi terobosan untuk mengurangi kesenjangan antara wilayah perkotaan yang relatif mudah mendapatkan air bersih dengan daerah pesisir dan pulau yang masih tertinggal.

Langkah ini juga menjadi bentuk komitmen Gubernur Rudi Mas’ud dalam mendorong pemerataan pembangunan. Ia menegaskan bahwa air bersih adalah kebutuhan fundamental yang tidak bisa ditunda lagi pemenuhannya.

Jika konsorsium dapat segera terbentuk, maka target pemerataan akses air bersih di Kaltim diharapkan dapat tercapai lebih cepat. Bukan hanya di Kabupaten Berau, tetapi juga di kabupaten/kota lainnya yang menghadapi tantangan serupa. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com