SURABAYA – Perselisihan batas wilayah kembali mencuat di Provinsi Jawa Timur. Kali ini, sengketa melibatkan dua kabupaten, yakni Trenggalek dan Tulungagung, yang sama-sama mengklaim kepemilikan atas 13 pulau di pesisir selatan.
Pulau-pulau yang disengketakan itu adalah Pulau Anak Tamengan, Anakan, Boyolangu, Jewuwur, Karangpegat, Solimo, Solimo Kulon, Solimo Lor, Solimo Tengah, Solimo Wetan, Sruwi, Sruwicil, dan Tamengan. Berdasarkan citra satelit, 13 pulau tersebut secara geografis berada di perairan Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, yang berbatasan langsung dengan wilayah Tulungagung.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jawa Timur, Lilik Pudjiastuti, menjelaskan bahwa polemik ini bukan hal baru. “Dari awal sudah ada dualisme, sudah double,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (18/6/2025).
Menurut Lilik, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW telah mencantumkan 13 pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Trenggalek. Namun, hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Tulungagung melalui Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang RTRW yang menyatakan pulau-pulau itu masuk dalam wilayah administrasinya.
Sengketa semakin pelik setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 yang menyebutkan pulau-pulau itu berada di wilayah Tulungagung. Hal ini diperkuat lagi oleh Kepmendagri terbaru Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang kembali menegaskan posisi administratif 13 pulau tersebut berada di bawah Kabupaten Tulungagung.
Lilik menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berupaya memediasi kedua belah pihak dan hasilnya telah disampaikan kepada Kemendagri sejak tahun 2024. “Kami sudah memfasilitasi dan membuatkan berita acara yang kita kirim ke Kemendagri, dan itu keputusannya di Kemendagri,” terangnya.
Meski demikian, 13 pulau yang disengketakan merupakan pulau tak berpenghuni. Lilik menyatakan bahwa Pemprov Jatim masih menunggu keputusan final dari Kemendagri terkait status wilayah tersebut. “Insyaallah ada jalan keluarnya nanti seperti apa kesepakatannya,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Deni Wicaksono menilai Pemprov Jatim tidak boleh lepas tangan dalam sengketa ini. Ia menegaskan pentingnya menjaga kredibilitas tata kelola wilayah. “Kalau dulu setuju pulau itu masuk Trenggalek, ya sekarang harus dikawal dong,” kata Deni di Kantor DPRD Jatim.
Deni mempertanyakan Kepmendagri 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan pulau-pulau tersebut masuk Tulungagung, padahal dokumen dan sejarah menunjukkan bahwa sejak lama wilayah itu dikelola oleh Trenggalek. Ia juga menyoroti potensi kandungan migas di pulau-pulau tersebut sebagai salah satu alasan di balik tarik-menarik ini. “Kalau benar ada indikasi migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam yang melukai rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Menurut Deni, pulau-pulau tersebut secara strategis dan operasional lebih dekat dengan wilayah Trenggalek karena selama ini berada dalam pengawasan TNI AL dan Polairud Trenggalek. Ia juga mendorong Kemendagri untuk meninjau kembali keputusan tersebut dengan mempertimbangkan Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Pulau ini bisa jadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kemendagri belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik 13 pulau di wilayah Jawa Timur tersebut. []
Redaksi10
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan