Ponpes Al Zaytun dan pendirinya Panji Gumilang menjadi sorotan. Praktik ibadah dan ucapan yang kerap dilontarkan Panji Gumilang bikin meradang umat Islam. Al Zaytun pun dituding telah melakukan penyimpangan.
NASIONAL, JAKARTA, INDRAMAYU – KEBERADAAN Pondok Pesantren Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mendapat sorotan publik. Berbagai pernyataan yang disampaikan pengasuhnya, Panji Gumilang, serta sejumlah isu lainnya menuai kontroversi. Al Zaytun pun dituding menyimpang, sesat dan menyesatkan, sehingga didesak untuk dibubarkan.
Terlebih pesantren yang diresmikan Presiden RI ketiga BJ Habibie pada 27 Agustus 1999 itu juga diduga terafiliasi ke jaringan Negara Islam Indonesia (NII). Tetapi pengamat terorisme yang pernah bergabung dengan NII, Al Chaidar mengatakan bahwa NII pimpinan Panji Gumilang adalah NII palsu yang sengaja dibentuk intelijen pada tahun 1992.
Meski bukti-bukti penyimpangan telah banyak beredar melalui tangkapan video yang viral di media sosial, namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya masih mendalami sumber-sumber terkait polemik di Ponpes Al-Zaytun, Indramayu.
Mahfud mengatakan, rapat tingkat eselon I lintas kementerian/lembaga dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah dilakukan untuk membahas polemik tersebut pada Rabu (21/6/2023) lalu.
“Selanjutnya, kami akan memilah mana yang terkait dengan pembinaan pesantren, yang santri-santrinya harus dijaga, dan mana yang terkait dengan pelanggaran hukum pidana,” kata Mahfud dalam keterangannya melalui pesan tertulis, Kamis (22/6/2023).
Mahfud mengungkapkan, pemerintah akan mendalami posisi dan peran ponpes sebagai lembaga pendidikan dan oknum yang terlibat dalam pengelolaan.
Ia juga akan berkoordinasi dengam tim investigasi yang dibentuk oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Mahfud MD pun berharap, investigasi yang dilakukan oleh MUI Jawa Barat bisa berjalan baik, sebagaimana harapan masyarakat.
“Ini tahun politik, kami akan memilah mana yang hukum, yang politik, dan yang politisasi situasi. Tapi kami akan bekerja cepat,” ujar Mahfud. “Insya Allah, pekan depan kami sudah punya bahan dan akan segera membicarakannya dengan Menag, Mendagri, Polri, dan institusi terkait lainnya,” katanya lagi.
Terkait pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu yang menyebut bahwa Ponpes Al Zaytun menganut syariat yang berbeda dengan ajaran Islam, Mahfud menegaskan, jika nantinya temuan masalahnya menyangkut penyelenggaraan institusi, maka ponpes tersebut akan berhadapan dengan Kementerian Agama (Kemenag).
“Kita dalami tidak sesuainya apa. Saya belum tahu apa ketidaksesuaiannya. Kan nanti ada urusannya. Kalau tidak sesuai dengan hukum, itu urusan dengan saya. Kalau menyangkut penyelenggaraan institusi, itu Kemenag. Kan gitu. Kita belum tahu masalahnya di mana sebenarnya,” ucapnya.
Pernyataan senada juga dilontarkan Kementerian Agama. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan bahwa Kemenag selaku pembina instansi pesantren akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu terkait hal itu.
“Kita akan tabayyun, kita tidak boleh menghakimi sesuatu sebelum tabayyun,” tegas Wamenag di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Wamenag mengimbau kepada semua pihak untuk mengedepankan semangat persaudaraan, musyawarah dan saling menasihati dengan dasar kebenaran dan kesabaran untuk mencari solusi yang paling maslahat.
“Saya mengharapkan semua pihak bisa duduk bersama, mencari solusi terbaik, mendahulukan tabayyun dan husnudzan, tidak saling mengeluarkan pernyataan yang saling menyerang di ruang publik yang dapat membuat suasana semakin gaduh,” ucapnya.
Dia mengatakan, Kementerian Agama tidak memiliki hak untuk menghakimi sebuah pesantren itu mengajarkan ajaran sesat atau menyimpang.
Sebab, kata Zainut, hal itu menyangkut ranah hukum agama syar’i yang menjadi kewenangan dari ormas Islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya. Menurut Wamenag, ormas Islam beserta dengan pihak Pesantren Al Zaytun dapat segera duduk bersama untuk melakukan dialog dan tabayyun terkait tuduhan adanya pemahaman ajaran agama yang tidak benar.
“Saya juga minta pesantren Al Zaytun untuk lebih terbuka dan kooperatif dalam melakukan komunikasi dan dialog dengan para ormas Islam agar semuanya menjadi terang dan tidak ada fitnah atau dugaan yang menyimpang,” jelas Wamenag.
“Kementerian agama bersedia memfasilitasi pertemuan antara Ponpes Al Zaytun dengan Pimpinan ormas-ormas Islam,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan tegas meminta Ponpes Al Zaytun kooperatif bisa berdialog dengan tim investigasi yang dibentuk oleh Pemprov Jawa Barat bersama para kiai.
“Kami meminta pihak Al Zaytun untuk kooperatif, karena sudah beberapa kali dalam catatan sejarahnya sering menolak mereka yang mencoba untuk ber-tabayyun atau berdialog untuk mengetahui,” ucap Ridwan Kamil.
KONTROVERSI PANJI GUMILANG
Nama Al Zaytun menghebohkan jagat maya pada saat Idul Fitri 1444 H yang jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Saat melaksanakan sholat Idul Fitri di Masjid Rahmatan Lil Alamin, Kompleks Ponpes Al Zaytun, terlihat sholat ied dilaksanakan dengan menerapkan saf yang berjarak. Padahal saat itu sudah tidak ada pandemi.
Dalam sholat itu juga tampak seorang perempuan berhijab mengisi posisi saf depan di tengah jemaah laki-laki dan ada seorang nasrani yang ikut menjadi jemaah bernama Robin Simanulang. Ia kala itu justru terlihat melakukan ibadah sesuai ajaran agama Kristen pada saat jemaah ponpes Al-Zaytun melaksanakan salat Ied.
“Saya 2014 sudah mulai bersahabat dengan beliau (Panji Gumilang). Saya awalnya di situ menulis, untuk menceritakan bagaimana ponpes Al-Zaytun itu, itu kami tulis sesuai dengan apa yang kami lihat dan dengar. Dari situ saya selalu diundang hadir dalam setiap acara penting termasuk salat Ied, Idul Fitri, Idul Adha, dan saya ikut dalam salat Ied di Al-Zaytun, itu sudah hal biasa,” beber Robin menceritakan alasannya.
Aksi kontroversi lainnya beredar dalam video yang kemudian menjadi viral. Dalam video itu terlihat seorang muazin melantunkan kumandang azan yang selalu diikuti dengan gerakan tangan yang berbeda. Azan pun dilakukan dengan menghadap ke jemaah, bukan menghadap kiblat sebagaimana seharusnya.
Namun saat dimintai klarifikasi mengenai hal tersebut, Panji Gumilang sang pimpinan Ponpes Al Zaytun justru membuat kontroversi baru. Saat ditanya tentang mahzab yang dianut Ponpes Al Zaytun yang menerapkan Salat Id dan azan yang berbeda tersebut, dengan ringan ia menjawab mahzab Bung Karno.
“Mahzab saya mahzab Bung Karno, kan gitu sudah,” jelasnya dikutip dari akun TikTok @arouy_roy, Minggu (29 April 2023).
Tak hanya itu, lelaki yang kerap disapa Syekh Panji Gumilang ini juga mengisyaratkan bahwa perempuan bisa menjadi khatib Jumat. “Ini sebentar lagi khotib Jumat pelajar putri, terlepas Depag mau marah juga nggak apa-apa,” katanya dengan nada bangga.
Tak lama kemudian muncul lagi unggahan video yang memperlihatkan Panji Gumilang tengah mengajak jemaah masjid di Ponpes Al Zaytun untuk menggemakan salam Yahudi.
“Saya mengajak saudara-saudara untuk mengucapkan salam yang tidak Assalamualaikum saja, sambil kita bernyanyi, saya kira yang hadir walaupun tidak pandai, tapi bisa bernyanyi. Kita ucapkan kepada sahabat kita “havenu shalom aleichem“, dalam bentuk bernyanyi. Silahkan berdiri, karena ini satu suro,” ujar Panji Gumilang dalam video yang diunggah Instagram @say.kocak, yang dikutip Selasa (9/5/2023).
Panji Gumilang juga menyebut jika masjid merupakan tempat orang yang putus asa. Awalnya, ia menyinggung soal kotak amal di dalam masjid yang menurutnya merupakan hal memalukan lantaran hingga saat ini masih banyak masjid di Indonesia yang belum memiliki donatur tetap.
Maka dari itu, pria kelahiran Gresik, 30 Juli 1946 ini menyebut masjid yang ada di Indonesia merupakan tempat orang-orang yang putus asa. Justru ia menyebut masjid yang sebenarnya ada di Vatikan. “Masjid itu adanya di Vatikan sana, di sini (Indonesia) tempat orang-orang putus asa, masjid-masjid itu,” ujar Panji Gumilang dikutip dari akun TikTok Hery Patoeng.
Dia juga mengatakan bahwa tanah suci yang sebenarnya bukanlah Mekkah dan Madinah melainkan Indonesia. Ucapan Panji Gumilang mengenai hal tersebut, menjadi viral di media sosial lantaran banyaknya akun yang mengunggah ucapan Syaikh Panji Gumilang tersebut.
“Banyak orang Indonesia hari ini yang salah memahami mengenai tanah suci. Indonesia ini tanah suci, hidup dan matimu harus di tanah suci Indonesia,” katanya dikutip dari akun Snack Video @a’am BNF.
Mantan pengikut Panji Gumilang, Anto, membongkar kebiasaan ratusan ribu pengikut pimpinan Ponpes Al Zaytun itu. Menurut dia, Panji Gumilang mendoktrin pengikutnya untuk mempercayai bahwa Ponpes Al Zaytun merupakan Madinah-nya Indonesia. Karena itu, setiap bulan Muharram ratusan ribu pengikut Panji Gumilang berkumpul di Ponpes Al Zaytun.
“Inilah ibu kota NII, Madinah Indonesia itu di Al Zaytun,” ucapnya, dikutip dari kanal YouTube tvOneNews, Senin (19/6/2023). “Makanya jangan heran kalau Muharram kumpul seratus ribu orang, dua ratus ribu orang,” sambungnya.
Ratusan ribu pengikut itu yang kemudian menggalang dana fantastis untuk Ponpes Al Zaytun. Dalam mengumpulkan dana, pengikut Panji Gumilang bahkan menghalalkan berbagai cara. Termasuk perampokan dan aksi kriminal lainnya yang dihalalkan dalam ajaran Panji Gumilang.
Pernyataan Anto senada dengan pengakuan eks pengurus Ponpes Al Zaytun, Ken Setiawan. Diungkapkannya, pengikut Ponpes Al Zaytun melaksanakan haji tersendiri. Mereka, berkumpul di Ponpes Al Zaytun pada 1 Muharram untuk melaksanakan ibadah haji.
Para pengikut Ponpes Al Zaytun lantas melaksanakan ibadah tawaf. Namun bukan dengan mengelilingi Ka’bah, melainkan dengan berkeliling di lingkungan Ponpes seluas 1.200 Ha menggunakan mobil. “Melempar jumroh bukan pakai batu tapi pakai sak semen, semakin besar semakin soleh,” ucap dia.
Ken Setiawan juga mengungkapkan bahwa Al Zaytun membolehkan santrinya untuk berzina jika punya uang. Ia menuturkan jika seorang santri di sana melakukan perzinahan maka dosanya bisa ditebus dengan uang.
“Nggak boleh pacaran, nggak boleh berzina, kalau nggak punya duit. Kalau punya duit, bisa dilakukan,” ujar Ken, dilansir dari saluran YouTube Herri Pras, Kamis (8/6/2023).
Ken Setiawan yang saat ini memimpin NII Crisis Centre di Jakarta, lembaga swadaya yang membantu para korban pengrekrutan kelompok itu, juga mengungkapkan kaitan Al Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII).
Dikatakannya, saat pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) atau yang belakangan dikenal dengan NII pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, NII memiliki tujuh komandemen wilayah atau dikenal dengan istilah KW. Mulai KW1 hingga KW7.
Penambahan KW8 di Lampung dan KW9 untuk wilayah Jakarta baru ditambah semasa kepemimpinan Adah Djailani setelah NII berhasil ditumpas pemerintah. Adah Djailani kemudian memberikan mandat kepada Abu Toto yang dikenal dengan nama Panji Gumilang untuk memimpin KW9.
NII KW 9 yang dipimpin oleh Abu Toto alias Panji Gumilang mencapai sukses besar dalam pengrekrutan jemaah dan pengumpulan dana. “KW 9 itu kan dianggap bagus karena ketika dipegang oleh Panji Gumilang sukses dalam hal pendanaan dan pengrekrutan jamaah baru,” kata Ken yang mengaku empat tahun “belajar” di Al-Zaytun.
.
Dari sukses pengumpulan dana inilah, ujar Ken, Panji Gumilang membangun komplek pondok pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, yang cukup besar dan relatif berfasilitas bagus. Kawasan Al-Zaytun inilah yang dijadikan “ibu kota” oleh NII KW-9.
Dalam pandangan Ken, meski NII KW9 mempunyai pemahaman yang sama dengan NII KW lainnya, yakni menganggap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai negara kafir. Namun KW9 tidak melakukan tindak kekerasan untuk menyebarluaskan ideologinya, tetapi mereka akan menghalalkan segala cara untuk memperkuat kelompoknya, khususnya untuk memperkuat posisi keuangan mereka.
Itulah sebabnya, Ken menjelaskan, NII KW-9 gencar melakukan pengrekrutan dengan tujuan untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. “Kita kan lagi berjuang, kita rekrut orang-orang RI sebanyak-banyaknya, kita ambil hartanya dan kalau kita sudah siap revolusi kan sudah terpenuhi semuanya,” kata Ken menirukan kata-kata yang sering diucapkan oleh para pemimpin NII KW-9.
Dia menegaskan bahwa NII KW-9 memang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Bagi mereka, katanya, semua orang di dunia ini adalah kafir sebelum mereka bergabung ke dalam NII.
“(Di mata orang NII) orang kafir di dalam kondisi perang, hartanya boleh diambil, ‘halal’ dalam bahasa mereka,” Ken menjelaskan.
SIKAP MUI
Mencermati berbagai kontroversi Panji Gumilang dan Al Zaytun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tegas mengatakan bahwa pendiri Al Zaytun Panji Gumilang telah melakukan tindak pidana penghinaan agama. MUI pun meminta aparat penegak hukum (APH) agar segera memproses kasus dugaan penghinaan agama yang dilakukan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang.
Hal itu diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah saat menyampaikan sejumlah rekomendasi hasil rapat koordinasi kesatuan bangsa bersama lembaga/kementerian terkait yang membahas soal kontroversi ponpes Al-Zaytun.
“Rekomendasinya adalah yang pertama karena ini berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Panji Gumilang sebagai pribadi, maka ini aparat hukum agar segera melakukan tindakan hukum,” tutur Ikhsan, kepada wartawan usai menghadiri Rapat Koordinasi Kesatuan Bangsa di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (21/6/2023).
“Pidana bukan hanya menyimpang, dia melakukan tindak pidana membuat keresahan, melakukan penghinaan terhadap agama, penodaan agama, dan lain-lain,” sambung dia.
Kendati demikian, Ikhsan mengatakan, MUI tak ingin Ponpes Al-Zaytun ditutup. Rekomendasi selanjutnya adalah menyelamatkan ponpes Al-Zaytun dengan melakukan pembinaan.
Menurut MUI, Al Zaytun hanya perlu diganti para pengurusnya. MUI menilai penyimpangan paham agama tersebut bukan pada pondok pesantrennya. Akan tetapi berasal dari pemimpin Al Zaytun itu sendiri, yakni Panji Gumilang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyelamatan pondok pesantren. Terlebih juga menyangkut nasib banyak orang yang ada di ponpes tersebut.
“Terhadap yayasan pendidikan semuanya diselamatkan untuk dilakukan pembinaan dari hal-hal yang sifatnya menyimpang,” kata dia.
Ikhsan menjelaskan, nantinya setelah dilakukan pergantian pengurus, Ponpes Al Zaytun akan dilakukan pembinaan oleh Kementerian Agama. “Karena Al Zaytun ini kan sudah terindikasi menyimpang. Artinya bukan menyimpang pesantrennya, tetapi adalah para pengurus yayasannya terutama Panji Gumilang ini,” ungkapnya.
Ikhsan juga membeberkan, hasil penelitian MUI menemukan bahwa memang Al Zaytun terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Hal ini dikatakan dia, jelas terlihat dari segala bentuk gerakannya yang persis dengan NII. Seperti pola rekrutmen yang dilakukan Al Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.
“Pola rekrutmen, penghimpunan atau penarikan dana dari anggota dan masyarakat sudah sangat jelas itu, tidak terbantahkan. Artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII,” tutur dia.
Ichsan juga menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan Al Zaytun. “Maka pemerintah dan MUI sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Al Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti,” ujar Ichsan.
Sebelumnya, MUI Indramayu menyatakan bahwa syariat yang dipercaya dan diterapkan oleh Ponpes Al Zaytun berbeda dari ajaran Islam, mulai dari salat, puasa, dan berhaji.
Menurut Ketua Umum MUI Kabupaten Indramayu Syatori, perbedaan tersebut menunjukkan bahwa ajaran Al Zaytun tidak sesuai ketentuan. “Syariat yang dilakukan oleh Al Zaytun sangat tidak sama dengan tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya,” katanya.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat khususnya para orangtua untuk tidak memasukkan anaknya di ponpes Al Zaytun.
“Kami mengimbau agar masyarakat tidak menyekolahkan anaknya di Al Zaytun, yang jelas-jelas sudah menyimpang dari syariat Islam. Kami meminta agar pemerintah segera menindak Al-Zaytun, agar Indonesia semakin aman, tidak terus mengikuti kontroversi yang diciptakan mereka sendiri,” ujarnya.
TERAFILIASI KE NII
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan hasil penelitianmya soal Pondok Pesantren (ponpes) Al-Zaytun. Wasekjen MUI Ikhsan Abdullah mengatakan bahwa pihaknya pernah melakukan penelitian terkait ponpes yang kini tengah menjadi sorotan publik itu.
Belakangan ponpes Al-Zaytun diprotes hingga didemonstrasi oleh sejumlah kelompok lantaran diduga mengajarkan aliran sesat di pondok pesantren tersebut. Ikhsan menyebut bahwa berdasarkan hasil penelitiannya, Al-Zaytun sudah jelas terafiliasi dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
NII atau yang dikenal dengan nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan gerakan separatisme yang dipelopori oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Pembentukannya tak terlepas dari rasa kekecewaan Kartosoewirjo terhadap Pemerintah Indonesia di masa Presiden Soekarno, sahabatnya sendiri semasa berguru pada HOS Tjokroaminoto.
Perundingan Renville pada 7 Januari 1948 antara pihak Indonesia dan Belanda memaksa Indonesia harus menyerahkan wilayah Jakarta dan Jawa Barat kepada Belanda. Pemerintahan Indonesia yang baru ‘seumur jagung’ pun harus hijrah ke Yogyakarta. Hasil perjanjian tersebut membuat Kartosuwiryo kecewa, karena negara mengalami situasi kekosongan pemerintahan dan keamanan (vacuum government), khususnya di wilayah Jawa Barat.
Divisi Siliwangi yang dipaksa meninggalkan Jawa Barat sebagai wilayah kependudukan Belanda tanpa perlawanan, dianggap oleh Kartosoewirjo sebagai kemunduran dalam mempertahankan kemerdekaan, dan melindungi rakyat. Hal ini membuat sia-sia perjuangan yang telah dicapai oleh rakyat Indonesia. Kartosuwiryo menyatakan pula bahwa Indonesia sudah kalah secara politik dan militer.
Setelah bertemu dengan Raden Oni Qital dari Laskar Sabilillah Tasikmalaya, Kartosoewirjo berniat mempertahankan Jawa Barat bersama Sabilillah dan Hizbullah. Mereka kemudian membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) pada Bulan Februari 1948 di Cisayong, Tasikmalaya dan mengangkat Raden Oni sebagai panglimanya.
Kemudian pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo yang merupakan tokoh Masyumi Jawa Barat, bersama pengikutnya memproklamirkan Negara Karunia Allah – Negara Islam Indonesia (NKA–NII) atau Darul Islam (DI) di Cisayong, Tasikmalaya. Sejumlah daerah pun masuk menjadi bagian dari NII, yakni Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh.
Di Jawa Tengah, gerakan NII diikrarkan oleh Amir Fatah di Desa Pengarasan, Tegal pada tanggal 23 Agustus 1949. Kemudian Kiai Moh. Mahfudz dari Kebumen ikut bergabung. Selain itu, Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan pasukan DI/TII Jateng. Pada Juni 1954, DI/TII Jateng berhasil dilumpuhkan.
Sementara Kahar Muzakar yang kecewa karena pasukannya yang tergabung dalam Komando Griliya di Sulawesi Selatan tidak dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS) mendeklarasikan diri menjadi bagian dari NII Kartosoewirjo.
Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan berlangsung pada 1950 hingga Februari 1965. Penumpasan pasukan DI/TII Sulawesi Selatan dilakukan dengan penyerbuan oleh pasukan Batalyon 330/Kujang Siliwangi. Kahar Muzakar tewas tertembak dalam penggerebekan itu.
Di Kalimantan Selatan (Kalsel), pemberontakan DI/TII berlangsung pada 1950 hingga 1959. Ibnu Hajar pada Oktober 1950 mendeklarasikan bahwa DI/TII Kalsel merupakan bagian dari DI/TII Kartosoewirjo. Dia juga menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT). Lalu operasi militer dilaksanakan pada 1959, berhasil menangkap Ibnu Hajar sekaligus menumpas DI/TII Kalsel
Pemberontakan DI/TII Aceh dimulai dengan keluarnya maklumat yang menyatakan Aceh bagian dari DI/TII Jawa Barat pada 20 September 1953. Maklumat yang diumumkan Daud Beureuh itu disebabkan kekecewaan masyarakat Aceh karena diturunkannya status Aceh menjadi Keresidenan di bawah Sumatera Utara.
Setelah itu, pasukan Daud Beureuh menguasai berbagai kota di Aceh dan mempropagandakan rakyat Aceh untuk anti terhadap RI. Pemerintah kemudian mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah untuk mendesak pasukan TII Aceh hingga hutan. Lalu, diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-28 Desember 1962 oleh Kolonel M. Yasin. Akhirnya, Daud Beureuh menerima hasil musyawarah dan kembali ke masyarakat.
Pada tahun 1960, gerakan NII kian masif di Jawa Barat, khususnya di Tasikmalaya dan Garut. Kartosoewirjo mengkonsentrasikan gerakannya dan mendirikan pusat komando di Malabong, Garut. Daerah ini merupakan tanah kelahiran Dewi Kulsum, isteri Kartosoewirjo.
Namun masalah logistik, mulai obat-obatan hingga makanan, membuat DI/TII kerap berkonflik dengan masyarakat setempat. Masyarakat pun mulai gerah dengan tingkah laku pasukan DI/TII yang sering menjarah makanan warga. Hal ini membuat gerakan DI/TII perlahan kehilangan dukungan dari penduduk setempat.
Untuk menumpas gerakan DI/TII Jawa Barat, AH Nasution yang memimpin Divisi Siliwangi melakukan Operasi Pagar Betis. Strategi ini dilaksanakan dengan langkah mengepung basis-basis pemberontak DI/TII Jawa Barat. Masyarakat yang sudah muak dengan keberadaan DI/TII ikut berperan aktif membantu TNI dengan membuat pos-pos pertahanan di sekitar lereng gunung.
Tanggal 4 Juni 1962, operasi Pagar Betis yang dilancarkan oleh militer Indonesia berhasil menangkap para anggota DI/TII beserta jajaran petingginya. Mereka ditangkap, termasuk sang imam, Kartosoewirjo yang kemudian dijatuhi hukuman mati pada 5 September 1962.
Sejak kematian Kartosuwiryo, gerakan DI/TII terpecah menjadi dua kubu. Pertama, gerakan DI Fillah, yaitu gerakan yang meninggalkan perjuangan bersenjata, dengan tokohnya Djaja Sudjadi, bekas menteri NII. Kedua, DI Fisabilillah, yaitu kelompok yang memaklumkan perjuangan jangka panjang, dengan tokohnya Aceng Kurnia.
Pada 1974, kelompok kedua membentuk Komando Perang Wilayah Besar yang dibagi tiga: Sulawesi, Jawa, dan Sumatera. Daerah itu masing-masing dipimpin satu orang: Sulawesi dipegang oleh Ali A.T., Sumatera oleh Gaos, dan Jawa oleh Danu Hasan. Tiga Komando Wilayah ini kemudian terbagi lagi menjadi tujuh Komandemen Wilayah atau KW.
Sekitar tahun 1992, Abu Toto yang mengaku mendapatkan mandat dari Adah Djaelani mendirikan NII KW9. Abu Toto yang diyakini bernama asli Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang atau Panji Gumilang kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Imam Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 9.
Namun, Panji yang kemudian menjadi pimpinan Ponpes Al-Zaytun ini dengan tegas membantah dirinya sebagai Abu Toto, seperti apa yang disebut sebagai petinggi NII KW 9. “Soal NII yang diributkan akhir-akhir ini, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati,” tegasnya.
Ia mengakui dalam sejarahnya, memang ada NII yang diproklamasikan tahun 1949 dan diperjuangkan sampai 1962. Setelah itu NII selesai. “Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya agar kembali ke bumi pertiwi Indonesia,” ujar Panji.
Berbeda dengan gerakan faksi lain di NII, KW9 pimpinan Panji Gumilang ini memfokuskan gerakannya pada perekrutan dan pengumpulan dana. Prinsipnya, untuk hijrah dari posisi sebagai warga negara Indonesia menjadi warga NII harus ada sedekah untuk mencuci diri.
Dalam perjalanannya, NII KW 9 yang dipimpin Panji Gumilang memiliki program sendiri. Tahun 2005-2009 targetnya mewujudkan hukum Islam yang berlaku secara de jure dan de facto di wilayah. Struktur NII KW 9 ialah negara, lengkap dengan majelis permusyawaratan rakyat, presiden, dan menteri. NII KW 9 memiliki program teritorial yang tugas utamanya mengumpulkan orang dan dana.
Pada 1 Juni 1993 atau tepat Hari Raya Idul Adha 1413 H, Panji Gumilang bersama Haji Sarwani dan Imam Supriyanto mendirikan Yayasan Pesantren Indonesia. Yayasan tersebut kemudian mulai membangun Pondok Pesantren Al Zaytun pada 13 Agustus 1996.
Selang tiga tahun sejak pembangunan, pada 1 Juli 1999, kegiatan pembelajaran pertama kali di Al-Zaytun pun dilakukan. Kendati demikian, pondok pesantren ini baru diresmikan oleh Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie pada 27 Agustus 1999.
Bangunan Ponpes Al-Zaytun memiliki konsep modern dengan asrama terintegrasi. Bukan hanya itu, Ponpes ini juga dilengkapi lahan persawahan dan hutan sendiri. Masih dari laman Al-Zaytun, pesantren ini memiliki luas total lebih dari 1.200 hektare untuk melaksanakan kegiatan pendidikan.
Seluas 200 hektare di antaranya terdiri dari kompleks sarana pendidikan, seperti gedung pembelajaran, asrama siswa putra maupun putri, serta sarana olahraga. Salah satu bangunan paling monumental di kompleks Al-Zaytun adalah Masjid Rahmatan Lil Alamin. []
Penulis/Penyunting : Agus P Sarjono (dari berbagai sumber)