Puting Beliung Guncang Bojonggede

JAWA BARAT – Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kembali diterjang puting beliung. Kali ini, angin kencang melanda wilayah Kecamatan Bojonggede dan menyebabkan puluhan rumah rusak. Namun, seperti peristiwa serupa di tahun-tahun sebelumnya, penanganan bencana tampak berjalan dengan pola yang sama: reaktif setelah kejadian, tanpa perbaikan nyata terhadap sistem mitigasi di tingkat desa.

Warga Bojonggede menyebut momen itu sebagai “horor” karena angin tiba-tiba menerjang pemukiman padat tanpa tanda peringatan. Sejumlah video yang beredar di media sosial memperlihatkan awan hitam pekat menggulung langit sebelum angin berputar menerbangkan material bangunan. “Benar, ada dua desa, ada empat kampung (yang terdampak),” kata Camat Bojonggede, Tenny Ramdhani, Jumat (24/10/2025).

Menurut laporan, dua desa terdampak yakni Desa Bojonggede dan Desa Kedung Waringin. “Ada (kerusakan), cuma masih dihitung,” tambahnya. Namun, pernyataan seperti ini terdengar berulang dalam setiap bencana serupa. Selalu ada proses “masih dihitung” sementara warga sudah berhari-hari bergulat dengan kerusakan tempat tinggalnya sendiri.

Ketua RT di Desa Bojonggede, Nurdin, menuturkan bahwa dirinya sempat memperingatkan warga saat melihat awan bergerak cepat dari arah selatan. “Sekitar jam 13.00 WIB-an kali ya saya lihat dari arah selatan di sana udah duluan anginnya,” ujarnya. Ia kemudian berteriak agar warga segera keluar rumah. “Saya teriak ke warga keluar-keluar ada angin, tahunya yang saya bingung kok malah ke mari (anginnya) akhirnya kita juga kaget,” katanya.

Kisah Nurdin menggambarkan realitas di lapangan: peringatan dini masih mengandalkan naluri warga, bukan sistem resmi. Padahal, Bojonggede merupakan kawasan yang setiap tahun langganan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dan tata ruang yang makin semrawut.

Pantauan di lokasi menunjukkan kerusakan parah pada bagian atap dan plafon rumah. “Tadi kejadiannya sebelum hujan, kencang banget anginnya kayaknya datang dari arah barat,” ujar seorang warga yang rumahnya rusak. Sisa-sisa genting dan material bangunan tampak berserakan. Warga membersihkan puing-puing dan air hujan secara mandiri tanpa bantuan cepat dari pihak berwenang.

Sementara itu, BPBD Kabupaten Bogor mencatat sedikitnya 20 rumah mengalami kerusakan. “Dikarenakan hujan disertai angin kencang mengakibatkan beberapa rumah di wilayah tersebut terdampak di bagian atap,” kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, M Adam Hamdani. Rumah-rumah rusak tersebar di dua kampung, yakni Glonggong dan Glonggong Tengah. “Sementara sebanyak total 17 rumah di Kampung Glonggong mengalami rusak ringan,” ujarnya.

Adam menegaskan tidak ada korban jiwa dan sebagian rumah telah diperbaiki oleh penghuninya. Namun, seperti bencana lain di Kabupaten Bogor, tindakan cepat pemerintah daerah sering kali berhenti pada pendataan tanpa strategi jangka panjang.

Fenomena puting beliung di Bojonggede semestinya tidak lagi dianggap kejutan alam. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah berulang kali mengingatkan potensi angin kencang di wilayah ini akibat pertemuan massa udara lembap dan topografi yang kompleks. Sayangnya, peringatan tersebut jarang diikuti dengan kesiapsiagaan di lapangan.

Di tengah rutinitas bencana seperti ini, pertanyaan publik kembali muncul: kapan pemerintah daerah berhenti bersikap reaktif dan mulai menerapkan mitigasi berbasis risiko? Sebab setiap kali puting beliung datang, yang berubah hanyalah jumlah rumah yang rusak bukan kesiapan sistem tanggap daruratnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com