PAPUA BARAT – Raja Ampat di Papua Barat Daya dikenal dengan keindahan alamnya yang memikat wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Namun, kawasan yang dijuluki Surga Terakhir di Bumi ini kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas pertambangan nikel. Berdasarkan analisis Greenpeace, aktivitas tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran telah merusak lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi asli di wilayah tersebut. Penolakan dari berbagai pihak terhadap aktivitas tambang ini pun mengakibatkan penghentian sementara operasi tambang tersebut.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi dan ekologi, khususnya dalam pengembangan sektor pariwisata. “Kita ingin pembangunan apa pun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi, teritori sosial, dan skala ekonomi,” ujar Widiyanti dalam keterangannya, Kamis (05/06/2025).
Kementerian Pariwisata mengambil tiga langkah strategis dalam menghadapi permasalahan tambang nikel yang diduga merusak keindahan alam Raja Ampat. Langkah pertama adalah melakukan kunjungan langsung ke Raja Ampat pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025 bersama anggota DPR RI guna menyerap aspirasi warga dan masyarakat adat setempat. Dalam dialog dengan masyarakat adat, mereka dengan tegas menolak rencana pemberian izin tambang baru. “Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif,” kata Widiyanti.
Komisi VII DPR berjanji akan membawa aspirasi masyarakat tersebut ke dalam pembahasan di DPR RI, serta meminta evaluasi ulang terhadap izin tambang oleh pemerintah pusat sebagai langkah menjaga kelestarian ekosistem Raja Ampat.
Langkah kedua yang ditempuh adalah melakukan audiensi dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, di Jakarta pada Rabu (04/06/2025). Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat menjaga ekologi Raja Ampat dan mengarahkan kawasan tersebut sebagai wilayah konservasi laut, geopark UNESCO, serta destinasi unggulan pariwisata nasional tanpa kompromi terhadap aktivitas pertambangan.
Langkah ketiga, Kementerian Pariwisata menggelar rapat koordinasi dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pada Kamis (05/06/2025) untuk memperkuat perlindungan jangka panjang terhadap Raja Ampat. Salah satu inisiatif utama yang sedang dikaji adalah mendorong Raja Ampat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang berfokus pada pariwisata berkualitas (quality tourism), dengan prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) serta investasi hijau yang berpihak pada masyarakat dan lingkungan.
Widiyanti menegaskan bahwa pengembangan pariwisata di Raja Ampat harus didasarkan pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. “Pembangunan kawasan Raja Ampat, arah kebijakan akan berpedoman pada prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan ketahanan ekosistem,” ujarnya. []
Redaksi11
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan