Presiden Joko Widodo didampingi Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengisi daya mobil listrik saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022), yang disiapkan untuk mengisi daya kendaraan listrik saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. -Foto: Antara/Fikri Yusuf-

Ramai-ramai Tolak Subsidi Kendaraan Listrik

Presiden Joko Widodo didampingi Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengisi daya mobil listrik saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022), yang disiapkan untuk mengisi daya kendaraan listrik saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. -Foto: Antara/Fikri Yusuf-

 

NASIONAL – Polemik kendaraan listrik terus bergulir. Berbagai kritik terus dilayangkan pada kebijakan pemerintah ini. Bahkan empat fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fraksi Partai Demokrat (PD) dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), mengkritik kebijakan yang digulirkan Presiden Joko Widodo ini.

Keempat fraksi itu dalam sidang Paripurna DPR RI yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023), kompak melontarkan kritikan pemberian subsidi kendaraan listrik kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat menyampaikan pandangan terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2024.

Para anggota dewan menilai dari pada menggelontorkan subsidi secara besar-besaran ke kendaraan listrik, pemerintah diminta untuk memberikan subsidi yang langsung bermanfaat kepada rakyat.

Seperti yang disampaikan Fraksi PDI Perjuangan yang dibacakan oleh Anggota DPR Masinton Pasaribu. Kata Masinton, seharusnya subsidi itu bisa dialihkan untuk memajukan sektor industri lain yang lebih krusial bagi tanah air.

Ia mengutarakan, di samping industri kendaraan listrik ada lebih dari 65 persen lapangan usaha yang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB), diantaranya sektor pertanian, perikanan, pertambangan, industri konstruksi, perdagangan, hingga transportasi.

“Oleh karena itu pertumbuhan pada sektor ekonomi negara tersebut butuh intervensi pemerintah, intervensi jangan hanya mobil listrik saja, tapi pada sektor-sektor kerakyatan,” kata Masinton membacakan pandangan fraksinya.

Hal senada juga disampaikan Fraksi Partai NasDem sebagaimana pandangannya dibacakan oleh Anggota DPR Fauzi Amro. Menurutnya, subsidi kendaraan listrik itu seharusnya bisa diarahkan untuk mendorong kemajuan sektor pertanian, karena subsidi pupuk dari tahun ke tahunnya malah turun.

“Pemerintah diharapkan fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian perikanan, dan pangan dibanding menggelontorkan subsidi untuk kendaraan listrik ataupun subsidi tambang,” ujar Fauzi.

Saat munculnya subsidi mobil listrik, ia menekankan subsidi pupuk malah terus turun lima tahun terakhir. Ia mengatakan, pada 2019 anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 34,3 triliun, namun pada 2020 menjadi Rp 31 triliun, 2021 tersisa Rp 29,1 triliun, 2022 menjadi hanya Rp 25,3 triliun dan pada 2023 hanya tinggal Rp 24 triliun.

“Artinya lima tahun belakang subsidi pupuk berkurang hampir Rp 10 triliun,” ucap Fauzi.

Lalu, Fraksi Partai Demokrat yang kritikan terhadap subsidi kendaraan listrik nya disampaikan oleh Anggota DPR Rizki Aulia Rahman Natakusumah. Menurutnya, Fraksi Demokrat memandang supaya anggaran subsidi mobil listrik tahun depan dialihkan untuk infrastruktur dan ekosistem energi ramah lingkungan yang massal ketimbang pribadi.

“Demokrat mendukung infrastruktur energi ramah lingkungan dan transportasi massal. Tapi kami memandang subsidi listrik kendaraan pribadi justru kontra produktif karena seolah-olah subsidi ini ke pengusaha dan masyarakat mampu, bukan rakyat kecil yang tidak butuh uluran pemerintah,” tutur dia.

Terakhir, kritikan dilontarkan oleh Fraksi PAN yang disampaikan oleh Anggota DPR Eko Hendro Purnomo. Menurutnya, subsidi kendaraan listrik ini tidak tepat sasaran dari sisi belanja negara, sebab tidak berimplikasi pada orang banyak, melainkan hanya segelintir orang.

“Contoh antara lain subsidi mobil listrik, lebih baik diarahkan untuk pemerintah berikan subsidi ke transformasi umum yang digunakan sehari-hari masyarakat kelas bawah atau subsidi pertanian, yaitu pupuk yang selalu makin turun,” ucap Eko.

 

80,77 PERSEN MASYARAKAT MENOLAK

Apa yang disampaikan wakil rakyat di DPR RI ini sejalan dengan penolakan dari masyarakat. Bahkan dalam riset terbaru Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), sebanyak 80,77 persen masyarakat menolak pemberian subsidi kendaraan listrik.

Hal ini diungkapkan oleh Data Analyst Continuum Indef, Wahyu Tri Utomo yang melakukan survei melalui pendekatan big data berbasis media sosial Twitter periode 8-12 Mei 2023. Selama periode itu, Indef menjaring 18.921 pembicaraan mengenai subsidi kendaraan listrik dari 15.139 akun Twitter.

“Kita menemukan bahwa 80,77% masyarakat di internet tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut,” kata Wahyu di kanal Youtube INDEF, Senin (22/5).

Terpisah, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai pemberian subsidi kendaraan listrik bisa menambah masalah baru seperti macet, polusi dan kecelakaan lalu lintas. Bantuan yang diberikan justru mendorong kenaikan jumlah kendaraan.

Pemerintah sebelumnya menyiapkan Rp5 triliun untuk mensubsidi pembelian mobil listrik, mobil listrik hybrid, motor listrik serta konversi motor konvensional menjadi motor listrik.

“Justru insentif hanya menambah jumlah kendaraan di jalan dengan kendaraan listrik. Kemacetan diperkirakan semakin parah,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno.

Menurutnya, kebijakan subsidi ini tidak tepat sasaran. Djoko meminta rencana tersebut ditinjau ulang, disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia.

Bantuan, kata Djoko, sebaiknya diberikan ke angkutan umum perkotaan berbasis bus atau rel. Hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan, serta dominasi kendaraan pribadi sekaligus dikurangi.

“Jika diberikan ke kendaraan umum, macet, polusi dan kecelakaan akan teratasi sekaligus. Insentif kendaraan listrik semestinya dialokasikan untuk pembelian bus listrik untuk angkutan umum,” imbuhnya.

 

HARUS DIKAWAL

Pemerintahan Presiden Joko Widodo makin serius merealisasikan kebijakan pemberian insentif kendaraan listrik. Mulai 20 Maret 2023, pemerintah resmi memberlakukan pemberian insentif atau subsidi kendaraan listrik. Kebijakan yamg efektif berlaku pada tanggal 1 April 2023 ini diambil untuk mendorong percepatan penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Ada dua program yang diberikan pemerintah dalam rangka pemberian insentif kendaraan listrik. Pertama pemberian subsidi sebesar Rp7 juta per unit untuk 200 ribu unit motor listrik pada 2023. Kemudian, insentif kendaraan listrik juga diberikan untuk motor konversi dari BBM ke listrik. Besarannya sama yaitu Rp7 juta per unit untuk 50.000 unit. Nilai total anggarannya mencapai Rp 1,75 triliun.

Sedangkan insentif kendaraan listrik untuk mobil listrik belum ditentukan. Rencananya, pemerintah akan memberikan insentif untuk 35.900 mobil listrik dan 138 bus listrik. Bagaimana bentuk insentifnya dan besaran anggaran yang dikucurkan masih dibahas pemerintah.

Namun sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, besaran bantuan atau subsidi dari pemerintah untuk pembelian mobil listrik sekitar Rp 25 juta sampai Rp 80 juta.

Subsidi tersebut baru diberikan kepada dua produsen mobil listrik yakni Hyundai dan Wuling lantaran sudah memenuhi syarat memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen. Adapun insentif untuk Hyundai Ionic 5 diberikan sebesar Rp 70-80 juta, sementara untuk Wuling adalah Rp 25-35 juta.

Menyoroti besarnya insentif yang diberikan untuk kendaraan listrik ini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (Core) Mohammad Faisal mengingatkan, perlunya mengawasi setiap insentif yang digelontorkan pemerintah dengan mencermati dasar perhitungan untung dan ruginya terhadap keuangan negara, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

“Antara manfaat dibanding ongkosnya, karena setiap ada insentif itu adalah spending dari sudut pandang pemerintah, biaya, karena ada penerimaan pemerintah yang dialokasikan untuk insentif,” kata dia.

Menurut dia, besaran insentif kendaraan listrik yang nantinya digelontorkan pemerintah harus disandingkan dengan insentif lainnya yang diperuntukkan untuk masyarakat luas atau pengusaha kelas menengah ke bawah, seperti insentif untuk mendorong bisnis UMKM. Sebab, kendaraan listrik cenderung diproduksi dan dikonsumsi kelas menengah ke atas atau orang mampu.

“Kalau misalkan semuanya ada insentifnya apakah insentif kendaraan listrik harus sebesar itu, atau lebih besar ketimbang UMKM? Ini harus ada justifikasinya dari pemerintah supaya menghindari kebijakan fiskalnya yang sarat motif politik,” ungkap ekonom senior Universitas Indonesia ini.

 

SUBSIDI UNTUK SIAPA?

Polemik perlu tidaknya subsidi diberikan kepada kendaraan listrik mencuat setelah Calon Presiden (Capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyebut pemberian insentif kendaraan listrik harus tepat sasaran. Jangan sampai, katanya, bantuan tersebut akan menambah emisi dengan banyak kendaraan yang lalu lalang di jalan raya.

“Mobil listrik itu pemiliknya tidak membutuhkan subsidi. Pengalaman kami di Jakarta, ketika ada kendaraan pribadi berbasis listrik, dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya. Dia akan menambah mobil di jalanan dan menambah kemacetan di jalan,” ucapnya, Minggu, (7/5/ 2023).

Mantan gubernur DKI Jakarta itu pun mendorong pemerintah memprioritaskan bus listrik untuk menerima insentif, guna menarik masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.

Menurutnya, hal tersebut akan lebih berguna apabila insentif tersebut diarahkan untuk kendaraan umum. Melalui arah yang lebih besar tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini merasa bahwa akan memberikan dampak yang bermanfaat bagi semua.

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menginginkan agar kebijakan insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBB) tidak menjadi polemik di ruang publik.

Karena menurutnya, insentif diperlukan untuk meningkatkan pangsa pasar KLBB di Tanah Air. “Saya ingin (insentif) ini tidak menjadi polemik. Kita kan perlu berusaha. Sekarang kami tengah meningkatkan permintaan (pasar) kendaraan listrik,” ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Arifin mengaku, Kementerian ESDM bersama kementerian/lembaga terkait tengah intens menyosialisasikan kebijakan insentif KLBB kepada masyarakat agar semakin banyak beralih menggunakan kendaraan listrik. Pasalnya, sampai saat ini penerima insentif KLBB masih amat minim.

Sementara Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi menyambut baik langkah pemerintah untuk memberikan subsidi pada kendaraan listrik. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu langkah positif dari pemerintah dalam membentuk ekosistem hijau.

Namun untuk menjadikan kendaraan listrik bisa eksis di Indonesia, ia menilai memerlukan waktu yang cukup lama.

“Kalau elektrik ini kan barang baru. Teknologi Hidrogen jika disubsidi juga belum tentu laku di Indonesia, memang beda situasinya dengan konvensional. Meski begitu, langkah itu sudah betul dengan pemerintah kasih subsidi, dan infrastruktur juga perlu ditingkatkan serta edukasi juga penting ke masyarakat,” kata Yohannes Nangoi, dikutip dari Antara, Rabu, (24/05/2023).

Memang pada prinsipnya, subsidi merupakan bentuk bantuan keuangan yang disediakan pemerintah kepada sekelompok orang ataupun industri dengan maksud mencapai tujuan sosial atau ekonomi tertentu. Subsidi bisa berupa pemberian uang tunai langsung, penghapusan pajak, pemberian bunga pinjaman yang rendah, ataupun bentuk bantuan keuangan lainnya.

Secara teoritis, pemberian subsidi dapat dibenarkan hanya jika terjadi kegagalan pasar (market failures) dalam mengalokasikan sumber daya secara efisien atau ketika suatu orang atau industri menghadapi permasalahan tertentu atau berada di posisi yang tidak menguntungkan atau lemah.

Berdasarkan hal itu, subsidi pembelian kendaraan listrik memang masih bisa dibenarkan untuk memperbaiki kegagalan pasar karena dapat mendorong produksi dan konsumsi kendaraan listrik yang memiliki eksternalitas positif berupa penurunan polusi udara dan membantu pengembangan teknologi dan industri kendaraan listrik di Indonesia.

Namun, kebijakan itu juga berpotensi menciptakan inefisiensi dan mendorong prilaku pemburuan rente jika tidak dirancang dan dijalankan secara baik dan hati-hati. Bahkan sebagian kalangan menilai, subsidi kendaraan listrik disebut hanya akan menguntungkan orang kaya karena pemilik mobil listrik tergolong orang yang mampu dan tidak membutuhkan subsidi.

Apalagi jika melihat data Gaikindo. Di Indonesi, per April 2023, volume penjualan wholesale mobil listrik tipe hybrid (HEV) di pasar domestik mencapai 2.870 unit.

Jumlahnya bahkan meningkat 32 persen dibanding Maret 2023 secara bulanan dan melesat 1.327 persen secara year on year dibanding April tahun lalu. Pada April 2023, tipe All New Kijang Innova Zenix Q Modellista menjadi yang terlaris dengan angka penjualan wholesale 874 unit.

Penjualan mobil hybrid ini menguat signifikan meski tanpa didukung insentif dari pemerintah. Ini menunjukkan bahwa antusias dan daya beli masyarakat masih cukup kuat meski tanpa bantuan subsidi. []

Penulis / Penyunting : Agus P Sarjono (dari berbagai sumber)

About Agus Pujo Sarjono

Check Also

Peringatan Bela Negara ke-76, Momen Mengingat Eksistensi Perjuangan Bangsa

PENAJAM – PERINGATAN Hari Bela Negara yang dilaksanakan hari ini, Kamis (19/12/2024), adalah untuk mengenang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com