SANGGAU – Rapat evaluasi distribusi LPG subsidi di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, yang digelar pada Senin (06/10/2025) seolah menegaskan lemahnya sistem pengawasan pemerintah daerah terhadap kebutuhan dasar masyarakat. Meski digelar secara formal dan dihadiri banyak pihak, persoalan klasik kelangkaan serta harga tabung LPG 3 kilogram yang kerap melampaui HET kembali tak tersentuh akar masalahnya: lemahnya kontrol dan pengawasan.
Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Kantor Camat Toba, Dusun Teraju Barat, dihadiri oleh Camat Toba Kanisius Bheny, Kapolsek Toba IPTU Arnold Rocky Montolalu, perwakilan Koramil, sejumlah agen LPG, serta perwakilan desa. Diskusi berlangsung cukup aktif, namun di balik keseriusan rapat, publik menilai agenda seperti ini sering kali berakhir sebatas formalitas tanpa tindak lanjut nyata.
Dalam arahannya, Camat Toba menegaskan bahwa rapat tersebut bukan untuk mencari kesalahan, melainkan mencari solusi bersama atas keluhan warga. “Pemerintah Kecamatan perlu menampung aspirasi masyarakat dan bersama pelaku usaha mencari penyebab kendala agar distribusi berjalan lancar. Harapan kami, masyarakat bisa mendapatkan LPG sesuai harga dan kuota yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Pernyataan itu terdengar normatif dan berulang, sebagaimana janji serupa dalam rapat-rapat sebelumnya yang tidak menghasilkan perubahan berarti. Sementara masyarakat di lapangan tetap harus berebut tabung gas dengan harga di atas HET, bahkan hingga ke desa lain.
Kapolsek Toba, IPTU Arnold Rocky Montolalu, turut menyoroti pentingnya pemerataan distribusi. Ia menyarankan pendirian sub pangkalan di setiap dusun serta koordinasi bersama Pertamina untuk menambah kuota LPG. “Pendirian sub pangkalan bisa menjadi solusi untuk pemerataan distribusi di setiap dusun. Selain itu, koordinasi terkait penentuan HET harus dilakukan secara objektif agar tidak merugikan masyarakat,” tegasnya.
Namun, di tengah berbagai saran teknis itu, publik justru mempertanyakan di mana peran pengawasan pemerintah daerah selama ini. Harga LPG terus naik di tingkat eceran, namun pengawasan terhadap agen dan pangkalan nyaris tak terdengar. Kelemahan ini memperlihatkan betapa lemahnya fungsi kontrol baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.
Berdasarkan data yang dihimpun, Kecamatan Toba memiliki tujuh pangkalan aktif dengan total penyaluran sekitar 9.540 tabung per bulan. Jumlah tersebut jelas tidak sebanding dengan konsumsi warga, apalagi jika satu rumah tangga bisa membeli hingga lima tabung sekaligus. Ironisnya, beberapa pangkalan juga melayani desa lain seperti Sansat dan Kampung Baru, yang memperparah kelangkaan di wilayah Toba sendiri.
Rapat yang berlangsung selama dua jam akhirnya menyepakati langkah sementara berupa pembentukan sub pangkalan, pengajuan tambahan kuota, serta penyesuaian HET. Namun tanpa pengawasan ketat dan penindakan tegas terhadap penyimpangan harga maupun alur distribusi, keputusan tersebut dikhawatirkan hanya akan menambah panjang daftar rapat tanpa hasil yang nyata.
Janji pemerintah untuk memperbaiki sistem distribusi LPG sudah terlalu sering terdengar. Warga menunggu bukti, bukan lagi rapat seremonial. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan