BOGOTA – Presiden Kolombia Gustavo Petro menunjukkan sikap keras menanggapi pencabutan visa dirinya oleh Amerika Serikat (AS). Langkah itu diambil Washington setelah Petro hadir dalam aksi solidaritas untuk Palestina di New York dan menyampaikan pidato yang dinilai provokatif.
Petro diketahui telah kembali ke Kolombia pada Sabtu (27/09/2025). Setibanya di Bogotá, ia langsung menanggapi kabar pencabutan visa melalui media sosialnya. “Saya sudah sampai di Bogota. Saya tak lagi punya visa untuk pergi ke AS. Saya tidak peduli,” tulis Petro yang dikutip AFP, Minggu (28/09/2025).
Ia menegaskan pencabutan visa tidak menjadi penghalang jika suatu saat ingin kembali ke Amerika Serikat. Petro mengaku memiliki status sebagai warga negara Eropa yang memungkinkannya masuk menggunakan mekanisme Electronic System for Travel Authorization (ESTA). Dengan begitu, ia tetap bisa bepergian ke AS tanpa visa tradisional.
Sebelumnya, Petro sempat mengunggah video yang memperlihatkan dirinya berorasi dalam demonstrasi pro-Palestina di New York. Dalam kesempatan itu, ia menyerukan pesan yang dianggap menantang kebijakan Presiden AS Donald Trump. “Itulah mengapa dari New York ini, saya meminta para prajurit di Tentara AS untuk tidak menodongkan senjata ke kemanusiaan. Jangan turuti perintah Trump! Turutilah perintah kemanusiaan,” kata Petro dalam pidatonya.
Pernyataan tersebut langsung menuai reaksi keras dari Washington. Departemen Luar Negeri AS menilai langkah Petro sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab. “Kami akan mencabut visa Petro karena tindakan ceroboh dan provokatif,” demikian pernyataan resmi mereka.
Tindakan itu memperburuk hubungan kedua negara yang sebelumnya dikenal dekat sebagai mitra strategis. Selama puluhan tahun, Kolombia dan AS menjalin kerja sama erat dalam bidang keamanan, khususnya dalam perang melawan perdagangan narkoba. Namun, ketegangan meningkat setelah Petro menjabat sebagai presiden dan kerap melontarkan kritik pedas terhadap kebijakan AS.
Pekan lalu, Presiden Trump bahkan mencoret Kolombia dari daftar sekutu utama Amerika Serikat. Dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB, ia menyindir keras Bogotá terkait masalah narkotika. “Kepada setiap teroris preman yang menyelundupkan obat-obatan beracun ke AS, harap berhati-hati kami akan menghancurkan kalian,” ujar Trump.
Tak tinggal diam, Petro membalas dengan pernyataan lantang di forum yang sama. Ia menuding Trump harus dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan militer di kawasan Karibia. “Proses pidana harus dimulai terhadap para pejabat yang berasal dari AS, termasuk pejabat senior yang memberi perintah, Presiden Trump,” tegas Petro saat berpidato di Majelis Umum PBB pada Selasa (23/09/2025).
Pertukaran retorika antara kedua pemimpin ini mencerminkan memburuknya hubungan diplomatik Kolombia-AS. Para pengamat menilai, sikap Petro mencerminkan pergeseran kebijakan luar negeri Bogotá yang lebih berani menantang dominasi Washington, khususnya terkait isu Palestina dan penggunaan kekuatan militer di kawasan.
Meski demikian, langkah Petro juga menimbulkan risiko besar. Ketergantungan Kolombia pada kerja sama ekonomi dan militer dengan AS membuat ketegangan ini berpotensi memengaruhi stabilitas internal negara tersebut. Di sisi lain, dukungan publik dalam negeri terhadap sikap pro-Palestina Petro justru memperkuat citranya sebagai pemimpin yang berani menentang tekanan internasional.
Bagi Washington, pencabutan visa Petro menjadi pesan politik yang menunjukkan batas toleransi AS terhadap kritik tajam dari sekutu tradisionalnya. Namun, sikap acuh Petro yang menegaskan “saya tidak peduli” memperlihatkan bahwa perbedaan pandangan ini tidak akan mudah dijembatani.
Ketegangan yang berlangsung saat ini menjadi babak baru dalam hubungan dua negara yang sebelumnya dikenal erat. Bagaimana dampaknya terhadap kerja sama ekonomi, keamanan, serta posisi Kolombia di kancah internasional akan sangat bergantung pada langkah lanjutan kedua pemimpin yang sama-sama keras kepala. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan