Ricuh Aksi Agustus, Anak di Jatim Banyak Terjerat Hukum

JAWA TIMUR – Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyoroti keterlibatan anak di bawah umur dalam demonstrasi yang berujung ricuh pada akhir Agustus lalu. Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, mengungkapkan sebanyak 64 anak kini sedang menjalani proses hukum terkait peristiwa yang terjadi di sejumlah wilayah Jatim pada 29–31 Agustus 2025.

Emil menjelaskan, aparat penegak hukum telah melakukan penyidikan secara cermat untuk memastikan kasus ini ditangani dengan tepat. “64 di antaranya masih berusia di bawah 18 tahun. Pertanyaannya kita belum lama ini melihat 50 lebih dikembalikan ke orang tua. Kenapa ada yang sekarang berstatus tersangka? Kami meyakini aparat penegak hukum telah melakukan pemilahan yang sangat-sangat seksama mana yang diterapkan keadilan restoratif mana yang memang harus diproses secara hukum,” ujarnya di Surabaya, Sabtu (13/09/2025).

Menurut Emil, penerapan keadilan restoratif sudah dilakukan terhadap sebagian besar anak yang terjaring, namun ada pula yang harus tetap diproses hukum. Hal itu dikarenakan tingkat keterlibatan mereka dinilai serius dan berpotensi menimbulkan aksi anarkis. “Meskipun di bawah 18 tahun, kita harus memastikan masyarakat dipenuhi. Karena para tenaga hukum melihat tingkat keterlibatan dan potensi anarkistis yang terjadi dari anak-anak ini tinggi,” tambahnya.

Wakil gubernur menegaskan bahwa proses hukum terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) berbeda dengan orang dewasa. Sistem peradilan anak, menurutnya, lebih menekankan pembinaan agar mereka dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatannya. “Karena di bawah 18 tahun mereka masih usia anak, proses peradilan pidana anak ini berbeda dengan dewasa. Nah, kami sudah pernah mengunjungi lembaga pemasyarakatan anak. Konsepnya kita ini adalah bagaimana membina mereka agar menjadi individu yang lebih baik di depannya,” jelas Emil.

Ia menambahkan, meski ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi, orientasi pemerintah tetap memastikan anak-anak tersebut mendapatkan pendampingan. “Ada konsekuensi hukum yang memang harus ditanggung oleh mereka yang dijadikan tersangka tetapi masih berusia anak. Total 64 (ABH) ya. Tapi tolong di cross check,” imbuhnya.

Kasus ini kembali membuka diskusi publik mengenai keterlibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi. Para pemerhati anak menilai, peristiwa tersebut menjadi alarm penting bagi semua pihak, baik orang tua, sekolah, maupun pemerintah, untuk memperkuat pendidikan karakter serta memberikan ruang positif bagi anak-anak dalam menyalurkan aspirasi.

Sementara itu, aparat kepolisian menegaskan proses hukum berjalan sesuai aturan. Penegakan hukum terhadap anak, kata mereka, tetap mengacu pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang mengutamakan prinsip perlindungan anak.

Demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus lalu memang menyisakan sejumlah persoalan serius, mulai dari aksi perusakan fasilitas umum hingga penjarahan di beberapa titik. Situasi itu tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga menyeret banyak anak ke dalam persoalan hukum.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur berharap, langkah hukum yang ditempuh saat ini dapat memberikan efek jera sekaligus menjadi pembelajaran bagi generasi muda. Emil menekankan bahwa penanganan kasus ini bukan semata-mata hukuman, melainkan upaya agar anak-anak tersebut dapat kembali ke jalur yang benar dan memiliki masa depan yang lebih baik. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com