Rocky Gerung Sentil Aktivis Kaltara yang Tak Bergerak

TARAKAN – Peringatan Sumpah Pemuda yang seharusnya menjadi momentum refleksi nasional justru menjadi panggung kritik tajam bagi akademisi dan filsuf publik, Rocky Gerung. Di hadapan para aktivis muda Kalimantan Utara, Selasa (28/10/2025), Rocky menggugat cara pandang generasi muda terhadap kekuasaan, ekonomi, dan peran mereka dalam menjaga masa depan lingkungan.

Ia menilai, semangat pemuda hari ini banyak kehilangan arah. Dalam situasi ekonomi yang ia sebut “ugal-ugalan”, pemuda justru menjadi korban sistem, bukan penggerak perubahan. “Dalam pertumbuhan ekonomi yang ugal-ugalan, sebagai salah satu bentuk beban ekonomi, para pemuda harus menuntut Negara untuk mewujudkan pertumbuhan yang sejati, dimana kerusakan lingkungan dihitung nol,” tegas Rocky.

Rocky juga menyoroti pola pikir yang terlalu bergantung pada pusat kekuasaan. Ia menilai, pemuda Tarakan dan Kalimantan Utara seharusnya menjadi pusat gagasan baru, bukan sekadar penonton atau pengikut arus kebijakan nasional. “Tarakan harus menjadi sumber aspirasi, dan menolak anggapan bahwa pemikiran besar selalu datang dari pusat,” ujarnya.

Namun, kritik Rocky bukan sekadar retorika. Ia menantang pemuda Kaltara agar lebih berani menyoroti isu global dari konteks lokal terutama terkait krisis ekologi dan hak masyarakat adat yang masih terpinggirkan. “Itulah pentingnya gagasan anak muda sebagai penggerak. Aktivis Kaltara harus memperjuangkan isu lokal ke isu global, salah satunya melalui konferensi dunia tentang ekologi,” katanya.

Rocky menilai, pertumbuhan ekonomi yang sering diagung-agungkan pemerintah sebenarnya hanyalah angka tanpa jiwa. “Kalau ekonomi tumbuh 8 persen, berapa persen kerusakan yang ditimbulkan?” sindirnya tajam. Ia meminta aktivis Kaltara mulai menuntut perhitungan pertumbuhan yang tidak merusak lingkungan, bukan sekadar mengejar investasi dan proyek besar.

Rocky juga menyinggung ironi dalam kebijakan negara yang mengklaim peduli terhadap kelestarian alam, tetapi tetap mendorong eksploitasi sumber daya. “Negara sering memakai narasi konversi lahan dan replanting hanya sebagai kamuflase kepentingan ekonomi,” kritiknya. Ia mendorong para pemuda agar tidak menelan mentah-mentah semua program yang diklaim “berkelanjutan”.

Bahkan, ia menantang agar Konferensi Iklim Dunia (COP Ke-30) diselenggarakan di Kalimantan Utara wilayah yang kini menjadi episentrum persoalan ekologis akibat ekspansi industri tambang dan sawit. Menurutnya, Kaltara harus menjadi wajah nyata perjuangan terhadap kerusakan alam, bukan hanya objek eksploitasi.

“Kalian harus ada di dalam kisah ini, pulang untuk kepentingan ekonomi atau replant untuk ekologi,” serunya, menegaskan bahwa perjuangan lingkungan bukan wacana, melainkan panggilan moral.

Rocky juga menyinggung lemahnya kualitas aktivisme saat ini yang lebih sering berisik di media sosial ketimbang bergerak nyata di lapangan. “Aktivisme harus dilakukan secara fisik dan demokratis. Jangan hanya marah-marah di jalan atau di dunia maya,” ujarnya.

Pernyataan Rocky menjadi tamparan bagi para aktivis muda yang selama ini nyaman dalam zona diskusi, tapi jarang turun tangan langsung memperjuangkan isu lingkungan dan hak masyarakat adat.

Ia menutup diskusi dengan pesan yang menggetarkan: keselamatan bumi sama dengan keselamatan manusia. “Keselamatan bumi adalah keselamatan manusia, lingkungan, dan terutama masa depan,” ucapnya.

Rocky berharap, semangat Sumpah Pemuda bukan sekadar slogan tahunan. Ia ingin pemuda Kaltara menjadi arsitek perubahan yang berani melawan arus kekuasaan, berpikir global, dan bertindak lokal. Namun, pesannya juga menjadi sindiran telak bagi banyak aktivis muda yang lebih sibuk dengan pencitraan digital ketimbang pergerakan nyata di lapangan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com