INTERNASIONAL – Proposal damai yang diusulkan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto untuk menghentikan perang Rusia – Ukraina mendapat sambutan berbeda. Rusia menyambut baik, sementara Ukraina menolak
Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Andrey Rudenko menegaskan Moskow menghargai setiap prakarsa negara lain untuk mencapai perdamaian, saat menanggapi usulan Indonesia untuk gencatan senjata di Ukraina.
Pasukan Rusia hingga saat ini masih menduduki sejumlah wilayah di Ukraina bagian Timur. “Kami menyambut baik upaya semua negara yang bertujuan untuk mencapai resolusi damai atas konflik ini,” tutur Rudenko seperti dikutip dari Russia Today.
Meski demikian, diplomat senior Rusia itu mengaku belum menerima proposal formal dari Indonesia. Ia mengetahuinya hanya dari sejumlah pemberitaan di beberapa media.
Dilain pihak, Kiev -ibukota Ukraina- menolak keras peta jalan damai Indonesia dan menegaskan kembali permintaannya agar pasukan Rusia ditarik dari semua wilayah yang diklaim berada di bawah kedaulatannya.
Kyiv menilai pihaknya tak butuh dimediasi pihak semacam itu, yang datang dengan “rencana aneh” dan mencerminkan Rusia alih-alih Indonesia.
“Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini,” kata Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip dari AFP.
Tahun lalu, ketika empat bekas wilayah Ukraina memilih memisahkan diri dari negara itu dan bergabung dengan Rusia, pemerintah Ukraina menolak referendum itu sebagai “palsu.”
“Gencatan senjata tanpa penarikan pasukan Rusia dari Ukraina akan memungkinkan Rusia mendapatkan waktu, berkumpul kembali, membentengi wilayah pendudukan dan mengumpulkan pasukan untuk gelombang agresi baru,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko.
Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah bersikeras satu-satunya cara maju yang dapat diterima adalah yang ia tetapkan dalam apa yang disebutnya “rencana perdamaian”, yang bermuara pada Moskow yang mengakui kekalahan dan membayar ganti rugi, dengan komunitas internasional menawarkan program bantuan yang murah hati kepada Ukraina.
Kiev telah melarang pembicaraan dengan Rusia selama Vladimir Putin tetap menjadi presidennya.
TIGA POIN
Sebelumnya, Prabowo mengajukan proposal damai kala berpidato di Shangri-La Dialogue di Singapura, Sabtu (3/6/2023). Dalam pidato itu, Prabowo mengemukakan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, yaitu gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum.
“Yang pertama harus dilakukan adalah meminta pihak Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata,” ujar Prabowo, seperti dilansir kantor berita Antara.
Prabowo juga mendesak pasukan Ukraina dan Rusia mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata guna menciptakan wilayah demiliterisasi. Menurutnya, zona demiliterisasi ini mesti diamankan dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra itu juga mengusulkan agar PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi tersebut ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.
“PBB kemudian menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi, untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk di wilayah sengketa,” tegasnya.
“Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela yang mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian,” kata Prabowo, sebagaimana dilansir Reuters.
PENJELASAN DUBES UKRAINA
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin membeberkan alasan Kiev menolak usulan referendum terkait proposal damai yang diajukan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
Hamianin menjelaskan tak ada wilayah Ukraina yang disengketakan dengan Rusia sehingga referendum tidak mungkin dilakukan. “Tidak ada wilayah yang disengketakan antara Ukraina dan federasi Rusia, sehingga tidak mungkin mengadakan referendum di sana,” kata Hamianin dalam keterangannya, Senin (5/6).
“Setelah federasi Rusia melancarkan agresinya, Rusia menduduki Crimea, sebagian wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Fakta ini tercatat dalam dokumen resmi PBB,” lanjut dia.
Menurut Hamianin, beberapa wilayah Ukraina itu saat ini hanya diduduki Kremlin, bukan diperebutkan. Di wilayah itu pula, kata dia, Rusia melakukan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, hingga genosida.
“Rusia harus menarik pasukannya dari wilayah Ukraina, dan batas-batas teritorial Ukraina yang diakui secara internasional harus dipulihkan. Kami tidak menerima skenario lain selain itu,” ucap Hamianin.
Hamianin juga mengatakan proposal mengenai gencatan senjata, penarikan pasukan hingga 15 kilometer, dan pembentukan zona demiliterisasi “tidak akan berhasil”. Sebab kini, menurutnya, Rusia sedang mencoba segala cara untuk mengacaukan serangan balik Ukraina.
“Gencatan senjata tanpa penarikan pasukan Rusia dari wilayah Ukraina hanya akan memberikan Rusia kesempatan untuk mengulur waktu, menyusun kembali pasukannya, memperkuat posisinya di wilayah yang diduduki, dan mengumpulkan kekuatan untuk melancarkan gelombang agresi baru,” tutur Hamianin.
Ia pun menegaskan, “Perdamaian jangka panjang di Ukraina berarti pembebasan seluruh wilayah Ukraina dari pendudukan Rusia. Inilah tujuan Formula Perdamaian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.”
Terkait penolakan ini, Hamianin mengaku Kyiv menghargai perhatian Indonesia. Ia percaya proposal itu diambil berdasarkan kesimpulan atas sejarah Indonesia di masa lalu. “Kami menghargai perhatian Indonesia, yang tampaknya telah menarik kesimpulan berdasarkan sejarahnya sendiri, terhadap masalah pemulihan perdamaian di Ukraina,” ucapnya. []
Penulis/Penyunting : Agus P Sarjono