SAMARINDA– Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda menekankan pentingnya penguatan regulasi sekaligus peningkatan kesadaran masyarakat dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS di wilayah Samarinda. Pernyataan ini disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Samarinda, Nata Siswanto, setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama anggota DPRD Kota Samarinda pada Selasa (28/10/2025) di ruang rapat DPRD setempat.
RDP membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pencegahan dan penanggulangan TBC dan HIV/AIDS, yang diharapkan menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah dalam memperkuat upaya memerangi dua penyakit menular ini. Menurut Dinkes Samarinda, hadirnya perda akan memperkuat koordinasi lintas sektor sekaligus memastikan penderita mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi.
“Pertemuan ini sangat penting karena merupakan langkah awal menuju regulasi yang komprehensif dalam menangani TBC dan HIV/AIDS di Samarinda. Melalui perda nanti, kita harap penanggulangan dapat dilakukan lebih terarah dan terukur,” ujar Nata Siswanto.
Ia menekankan bahwa kasus TBC di Indonesia menempati urutan kedua tertinggi di dunia setelah India, sehingga menjadi perhatian serius pemerintah. Di Samarinda, peningkatan kasus yang tercatat mencerminkan efektivitas program deteksi dini. “Semakin masif deteksi dilakukan, maka angka kasus yang ditemukan tentu ikut naik. Namun ini justru positif karena berarti kita berhasil menemukan penderita lebih cepat, sehingga pengobatan bisa segera dilakukan hingga tuntas,” jelasnya.
Pengobatan TBC yang berlangsung minimal enam bulan memiliki risiko kejenuhan tinggi. Untuk itu, Nata menegaskan perlunya dukungan regulasi agar pasien tetap berada dalam pengawasan tenaga kesehatan selama masa pengobatan. Kolaborasi lintas sektor, seperti dengan Dinas Perumahan dan Dinas Ketenagakerjaan, juga dinilai penting untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasien agar lebih sehat.
“Rumah dengan ventilasi buruk menjadi salah satu faktor penularan tertinggi. Karena itu, kami bekerja sama dengan berbagai pihak agar lingkungan pasien dapat diperbaiki, baik dari segi sanitasi maupun sirkulasi udara,” katanya.
Selain regulasi dan kolaborasi, peran masyarakat dalam deteksi dini menjadi faktor kunci keberhasilan program. “Seluruh pengobatan TBC dan HIV/AIDS di Samarinda disediakan gratis oleh pemerintah. Kami hanya berharap masyarakat mau berobat hingga tuntas agar rantai penularan bisa diputus,” pungkas Nata.
Dengan regulasi yang kuat, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan penanggulangan TBC dan HIV/AIDS di Samarinda lebih efektif dan berkelanjutan. []
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan