SAMARINDA – Kota Samarinda kini memiliki sebuah ruang publik baru yang tidak hanya mengedepankan prinsip ramah lingkungan, tetapi juga mengandung nilai partisipatif yang kuat dari warganya. Taman Para’an, demikian nama ruang terbuka tersebut, diresmikan secara langsung oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Senin pagi, 19 Mei 2025. Lokasinya berada di kawasan Jembatan Nibung Baru, tidak jauh dari Pasar Segiri yang menjadi salah satu titik aktivitas warga kota.
Pembangunan Taman Para’an menjadi proyek percontohan pertama di Samarinda yang mengusung konsep ruang publik berketahanan iklim, dirancang melalui pendekatan yang melibatkan masyarakat sejak awal. Nama “Para’an” yang diambil dari Bahasa Kutai berarti “dekat”, merepresentasikan ikatan yang tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga emosional antara warga dan ruang tersebut.
“Masyarakat menentukan sendiri desainnya. Jadi ruang publik ini bukan turun dari atas, tapi lahir dari bawah. Inilah contoh ruang publik berbasis aspirasi warga,” kata Wali Kota Andi Harun dalam keterangan resminya dikutip, Selasa (20/5/2025).
Berbeda dengan taman pada umumnya, Taman Para’an didesain melalui proses yang mempertemukan warga dengan para perencana kota. Mereka terlibat langsung dalam menentukan fungsi, kebutuhan, dan prioritas dari setiap sudut ruang, sehingga taman ini menjadi hasil dari kolaborasi nyata, bukan sekadar proyek pembangunan top-down.
Kolaborasi pembangunan taman ini melibatkan Pemerintah Kota Samarinda, CeCUR (Center for Climate Urban Resilience), serta akademisi dari Queensland University of Technology (QUT), Australia. Proyek ini dimulai sejak dilakukan peletakan batu pertama pada 2 Mei 2024.
Menariknya, taman ini dirancang sepenuhnya menggunakan sumber energi terbarukan. Fasilitas pencahayaan, sistem pompa air, serta elemen interaktif lainnya tidak bergantung pada pasokan listrik dari PLN, melainkan ditopang oleh panel surya berkapasitas 5.000 watt dan turbin angin skala kecil yang disesuaikan dengan lingkungan perkotaan.
Dengan teknologi tersebut, Taman Para’an mencerminkan semangat transisi menuju kota yang lebih tangguh dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. “Taman ini bisa jadi contoh bagi daerah lain. Bukan hanya dari sisi ketahanan iklim, tapi juga partisipasi masyarakat yang luar biasa,” tambah Wali Kota.
Mengusung konsep “perpanjangan teras rumah warga”, taman ini ditujukan sebagai tempat berkumpul, beristirahat, dan berkegiatan bersama dalam suasana inklusif. Taman Para’an diharapkan menjadi bagian dari rutinitas harian warga, memperkuat rasa kepemilikan terhadap ruang kota, serta mempererat relasi sosial dalam kehidupan urban yang dinamis. []
Redaksi11