Samsul Arifin Bantah Tudingan Penyalahgunaan Dana Desa

BERAU – Polemik pengelolaan anggaran Kampung Eka Sapta, Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, kian menyedot perhatian publik. Kepala Kampung, Samsul Arifin, akhirnya memberikan klarifikasi terbuka atas sejumlah tudingan yang diarahkan kepadanya, mulai dari dugaan tidak transparan hingga konflik kepentingan dalam proyek pembangunan.

Samsul menegaskan bahwa semua kegiatan yang menggunakan Dana Desa maupun Alokasi Dana Kampung (ADK) sudah diputuskan melalui mekanisme musyawarah kampung. Seluruh keputusan tersebut, kata dia, dituangkan dalam dokumen resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

“Sejak awal tahun informasi penggunaan anggaran itu kami publikasikan melalui baliho. Papan informasi kegiatan kampung juga sudah dipasang di lokasi kegiatan. Kalau ada yang belum terpasang, itu karena masih dalam proses pemesanan,” ujarnya, Minggu (14/09/2025).

Ia juga membantah tudingan bahwa dirinya merangkap sebagai penyedia alat berat dalam pekerjaan desa. Menurut Samsul, aturan jelas melarang kepala kampung mengambil keuntungan pribadi dari proyek.

“Faktanya, alat berat yang digunakan dalam kegiatan desa adalah hasil sewa resmi dari pihak ketiga sesuai mekanisme yang berlaku. Bukan milik pribadi saya,” tegasnya.

Lebih jauh, Samsul menepis anggapan bahwa ada pembatasan partisipasi masyarakat dalam musyawarah kampung. Menurutnya, setiap warga, baik yang mendukung maupun kritis, tetap diberikan kesempatan hadir.

“Daftar hadir musyawarah dan undangan sudah ada sebagai bukti. Jadi, tuduhan itu tidak benar,” jelasnya.

Mengenai peran Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), Samsul mengatakan lembaga tersebut sudah menjalankan tugas sebagaimana mestinya, terutama dalam fungsi pengawasan. “Saya kira tidak ada masalah dengan BPK. Semua berjalan sesuai aturan,” tambahnya.

Meski begitu, bantahan Samsul tidak serta-merta meredam suara kritis warga. Beberapa tokoh kampung tetap menilai ada kejanggalan dalam pengelolaan anggaran. Salah satunya datang dari Yosep Chavin Pane Tapun, tokoh pemuda yang menilai transparansi masih jauh dari harapan.

“Desa seharusnya menjadi tempat tumbuhnya kemajuan dan kesejahteraan bagi warga. Tapi di sini justru terbalik. Kampung makin tertinggal, sementara segelintir oknum yang makmur. Ini karena tidak ada keterbukaan,” kata Yosep, Jumat (12/09/2025).

Yosep menyoroti absennya papan informasi proyek di beberapa lokasi, sehingga masyarakat kesulitan mengakses laporan penggunaan dana. Ia juga menuding adanya penyalahgunaan kewenangan, terutama pada proyek penimbunan jalan usaha tani yang disebut-sebut memakai alat berat milik kepala kampung.

“Ini jelas menyalahi aturan. Dalam Permendes Nomor 13 Tahun 2023, kades atau kepala kampung dilarang menjadi pelaksana proyek desa ataupun mengambil keuntungan pribadi,” tegasnya.

Menurut Yosep, lemahnya pengawasan BPK juga memperburuk keadaan. Ia menilai lembaga tersebut tidak maksimal menyalurkan aspirasi warga. “Tapi nyatanya mereka diam saja meski banyak kejanggalan terjadi. Fungsinya jadi mandul,” ujarnya.

Tak berhenti di situ, Yosep bahkan menuding ada upaya pembatasan partisipasi masyarakat kritis. Beberapa warga yang kerap mengajukan pertanyaan dalam forum, kata dia, tidak lagi diundang dalam musyawarah berikutnya. “Ini membuktikan kepala kampung takut kenyamanannya terusik. Padahal, musyawarah desa adalah hak semua warga,” katanya.

Nada serupa disampaikan Rifki, tokoh muda lain di Eka Sapta. Ia mengingatkan bahwa dana desa adalah amanah negara yang harus dikelola jujur dan transparan.

“Setiap rupiah dari negara itu untuk rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang. Pemimpin yang benar-benar bersih tidak akan takut pada keterbukaan. Justru keterbukaan adalah cara membangun kepercayaan,” ucap Rifki.

Ia pun mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap jalannya pembangunan di kampung. “Kalau kita diam, desa mudah sekali dikendalikan oleh segelintir orang. Kepedulian kita adalah benteng agar dana desa benar-benar dirasakan manfaatnya. Desa hari ini adalah warisan bagi anak cucu kita,” pungkasnya.

Polemik ini memperlihatkan dua sisi yang saling berlawanan. Di satu sisi, pemerintah kampung menegaskan telah bekerja sesuai aturan dan mekanisme. Di sisi lain, sebagian warga tetap menaruh curiga bahwa ada praktik tidak sehat yang menghambat kemajuan.

Situasi ini menjadi cerminan bahwa tata kelola dana desa membutuhkan pengawasan berlapis. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar dana yang dikucurkan negara benar-benar menghadirkan manfaat nyata. Tanpa itu, kepercayaan publik akan terus goyah, dan pembangunan di tingkat kampung sulit berjalan optimal. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com