JAKARTA – Pemerintah terus menindaklanjuti dugaan kecurangan pada produk beras yang beredar di pasaran. Setelah Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkap potensi kerugian masyarakat mencapai Rp99 triliun per tahun akibat praktik curang dalam pelabelan dan mutu beras, Satuan Tugas Pangan Kepolisian Republik Indonesia langsung mengambil langkah konkret dengan menyelidiki perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Satgas Pangan, Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho, mengemukakan bahwa harga beras medium secara nasional saat ini masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi. Selain itu, ditemukan adanya produk beras yang tidak sesuai dengan mutu maupun berat yang tercantum pada kemasan.
“Beras saat ini khususnya beras medium nasional masih di atas harga HET dan terjadi kenaikan. Kemudian, dari temuan Bapak Menteri Pertanian (Amran Sulaiman) di mana 212 merek beras premium dan medium hasil pemeriksaan di 13 lab di 10 provinsi, ditemukan tidak sesuai dengan mutu, kemudian dijual di atas harga HET dan beratnya juga tidak sesuai,” ujar Zain saat menghadiri rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Senin (14/07/2025).
Zain menambahkan bahwa Satgas Pangan Polri telah menerima laporan resmi dari Kementerian Pertanian pada 10 Juni 2025. Menyikapi laporan tersebut, pihaknya segera mengeluarkan instruksi kepada seluruh jajaran Satgas untuk memeriksa langsung para pelaku usaha, baik di pasar tradisional maupun di ritel modern.
Menurut Zain, Satgas Pangan juga mengambil sampel beras dari sejumlah gudang dan pengecer untuk diuji kembali di laboratorium milik Kementerian Pertanian. Dalam proses penyelidikan tersebut, tujuh perusahaan besar yang memproduksi beras bermasalah telah dipanggil, dan lima di antaranya telah menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
“Kami berdasarkan laporan dari Kementan juga sudah melakukan klarifikasi. Kami telah memanggil 7 perusahaan besar yang memproduksi beberapa merek beras medium maupun premium, dan saat ini sudah 5 perusahaan yang telah menjalani pemeriksaan,” ungkapnya.
Zain menegaskan bahwa proses pemeriksaan dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak mengganggu kelancaran distribusi beras di pasaran. Ia menyadari potensi kelangkaan dapat terjadi bila perusahaan yang tengah diselidiki menahan pasokan.
“Tentunya pada saat kami melakukan pemeriksaan ini, kami mengedepankan prinsip kehati-hatian, karena jangan sampai perusahaan-perusahaan yang kita lakukan pemeriksaan ini menahan distribusi beras medium maupun premium. Mereka memproduksi ini cukup besar, jadi jangan sampai nanti terjadi kelangkaan di masyarakat,” jelas Zain.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa praktik pengoplosan dan penipuan label pada produk beras telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Ia mencontohkan, selisih harga akibat perbedaan mutu bisa mencapai Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram.
“Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000–3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, padahal sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia kurang lebih Rp99 triliun, hampir Rp100 triliun,” ujar Amran dalam sebuah kegiatan di Makassar, Sabtu (12/07/2025).
Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas di sektor pangan agar kesejahteraan petani meningkat dan daya beli masyarakat terjaga. Menurutnya, pesan Presiden sangat jelas untuk memberantas korupsi dan mafia pangan.
“Kalau menengah ke atas mungkin tidak terlalu berat, tapi saudara kita yang di bawah garis kemiskinan ini harus kita pedulikan. Ini pesan Pak Presiden. Beliau tegas meminta berantas korupsi, berantas mafia. Tidak ada lagi korupsi di sektor pangan,” kata Amran.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan