Sembako Pedalaman Nunukan Dikirim Lewat Arus Sungai Berbahaya

NUNUKAN – Di balik stabilnya harga dan ketersediaan sembako di wilayah pedalaman Nunukan, terdapat perjuangan distribusi yang tidak ringan. Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan (DKUKMPP) terus berjibaku memastikan subsidi ongkos angkut (SOA) kebutuhan pokok tetap menjangkau daerah terpencil, meskipun harus menghadapi medan ekstrem dan jalur transportasi yang serba terbatas.

Wilayah Kecamatan Lumbis dan sekitarnya menjadi salah satu tantangan terberat. Jalur sungai yang menjadi andalan distribusi kerap menghadirkan persoalan, mulai dari arus deras, sungai dangkal, hingga bebatuan yang menghambat laju perahu pengangkut sembako. Kondisi tersebut membuat penyaluran logistik tidak bisa dilakukan secara masif, melainkan bertahap dan penuh risiko.

Kepala Bidang Perdagangan DKUKMPP Nunukan, Dior Frames, mengungkapkan bahwa pada tahun ini anggaran SOA mencapai Rp 1,8 miliar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh melonjaknya biaya transportasi, baik jalur udara maupun sungai.

“Anggaran Rp 1,8 miliar itu khusus untuk transportasi saja, untuk membayar pesawat dan perahu. Sementara barang sembakonya dibeli langsung oleh penyalur. Pemerintah daerah hanya menyediakan alat angkutnya,” ujar Dior ketika diwawancarai, Selasa (16/12/2025).

Distribusi SOA dilakukan melalui dua jalur utama. Jalur sungai melayani Kecamatan Lumbis, Lumbis Hulu, dan Lumbis Pansiangan, sementara jalur udara menjangkau wilayah Krayan Induk, Krayan Tengah, Krayan Barat, Krayan Timur, dan Krayan Selatan. Untuk wilayah Krayan, distribusi dilakukan menggunakan pesawat Smart Air sebanyak 18 penerbangan, dengan masing-masing kecamatan memperoleh enam kali penerbangan bertahap. Setiap penerbangan mampu mengangkut sekitar 1.200 kilogram sembako.

Berbeda dengan jalur udara, pengangkutan sembako melalui sungai menggunakan perahu berkapasitas terbatas, hanya sekitar 1,5 hingga 2 ton per perjalanan. Kapasitas tersebut harus disesuaikan dengan kondisi arus sungai yang kerap berubah-ubah.

“Kalau terlalu berat, perahu susah bergerak. Arus sungai itu jadi tantangan utama, apalagi di titik-titik tertentu yang dangkal atau berbatu,” jelas Dior.

Ia memaparkan, perjalanan distribusi sungai dimulai dari Desa Mensalong menuju Bintar dengan waktu tempuh sekitar dua jam. Selanjutnya menuju Lumbis Pansiangan yang bisa memakan waktu hingga tujuh jam. Bahkan untuk mencapai Lumbis Hulu, perjalanan dapat berlangsung delapan jam atau lebih, tergantung kondisi air dan cuaca.

Meski penuh risiko, Dior menegaskan distribusi SOA tidak pernah berhenti total. Hambatan di lapangan, seperti barang tersangkut di sungai, hanya menyebabkan keterlambatan sementara.

“Pasti ada risiko, pernah terhenti sementara kalau barang sangkut. Tapi tidak pernah berhenti total. Tahun ini tetap tersalurkan,” tegasnya.

Setelah tiba di titik sandar, sembako masih harus dipikul menuju desa-desa tujuan dan dijual melalui koperasi desa atau kelompok usaha setempat. Pemerintah juga membatasi jenis barang yang dikirim agar tidak mudah rusak selama perjalanan panjang.

“Tantangannya memang besar, tapi itu jadi bagian dari upaya memastikan masyarakat di wilayah perbatasan dan pedalaman tetap mendapatkan akses kebutuhan pokok,” pungkasnya. []

Admin04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com