YERUSALEM – Israel melancarkan serangan udara ke Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Gaza Selatan, Selasa (13/5/2025) malam, dengan menargetkan Mohammed Sinwar, pemimpin de facto Hamas yang menggantikan sang kakak, Yahya Sinwar, tewas dalam operasi militer Oktober 2023. Serangan ini menewaskan 28 warga Palestina dan melukai lebih dari 50 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan korban sipil dan militer.
Pihak Israel Defense Forces (IDF) mengonfirmasi serangan tersebut dengan alasan menghancurkan “pusat komando Hamas” di infrastruktur bawah tanah rumah sakit. Video yang beredar menunjukkan asap tebal dan reruntuhan memenuhi halaman rumah sakit, sementara tim medis berusaha memindahkan pasien ke area lebih aman. “Ini bencana. Beberapa orang terkubur reruntuhan,” ujar Dr. Saleh Al Hams, Kepala Perawat Rumah Sakit Eropa.
Seorang perempuan yang ibunya dirawat karena kanker paru-paru menggambarkan kepanikan saat serangan: “Ledakan datang dari segala arah. Serpihan beterbangan. Kami hampir tak selamat.” Direktur Jenderal Rumah Sakit Lapangan Gaza, Marwan al-Hams, melaporkan serangan merusak jaringan air dan limbah, memaksa sebagian besar unit rumah sakit ditutup. “Ambulans tak bisa menjangkau darurat, bahkan buldoser pembersih reruntuhan diserang keesokan harinya,” tambahnya.
Muneer Alboursh, Dirjen Kementerian Kesehatan Gaza, mengecam dunia internasional yang dianggap abai: “Jika ini terjadi di Mayo Clinic AS atau rumah sakit Eropa, dunia akan gempar. Tapi ini Gaza, di mana nyawa manusia dianggap tak berharga.”
IDF menyatakan Mohammed Sinwar, komandan Brigade Khan Younis hingga 2016, sebagai otak serangan 7 Oktober 2023. Mantan Duta Besar AS untuk Israel, Dan Shapiro, menyebut kematian Sinwar bisa membuka jalan pembebasan sandera dan masa depan Gaza tanpa Hamas. Namun, baik Israel maupun Hamas belum mengonfirmasi statusnya. Sebelumnya, IDF butuh berminggu-minggu untuk memastikan kematian Mohammed Deif, komandan sayap militer Hamas, setelah serangan serupa.
Serangan ini terjadi sehari setelah Hamas membebaskan sandera Israel-Amerika, Edan Alexander, sebagai “gestur baik” ke AS. Namun, warga Gaza seperti Mohammad al Arbid mengeluh: “Mereka ambil sandera, tapi tak ada bantuan masuk. Tidak ada obat, bahkan penghilang rasa sakit untuk anak 5 tahun.”
Konflik semakin memanas setelah Islamic Jihad meluncurkan dua roket ke Israel—serangan pertama dalam sebulan—yang direspons IDF dengan peringatan evakuasi ke kamp pengungsi Jabalya. AS menyatakan optimisme terhadap negosiasi di Qatar, meski target operasi Israel terhadap Sinwar berpotensi menggagalkan diplomasi.
Mohammed Sinwar, dianggap sama garis kerasnya dengan Yahya, disebut menguasai jaringan terowongan Gaza. Kakaknya, Yahya, dibebaskan dalam pertukaran sandera 2011 setelah menjadi arsitek penculikan prajurit Israel Gilad Shalit. Kematian Yahya Oktober lalu memicu operasi besar-besaran Israel di Rafah, tempat jasadnya ditemukan.
Serangan terbaru ini memperparah krisis kemanusiaan Gaza, dengan 56 korban tambahan dilaporkan dari serangan malam hari. Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara menerima puluhan jenazah, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Dunia internasional terus didesak bertindak sebelum korban jiwa semakin berjatuhan.[]
Redaksi11
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan