JAKARTA – Tragedi di tengah perayaan kebanggaan bangsa kembali mencoreng wajah institusi pertahanan. Seorang prajurit muda, Praka Marinir Zaenal Mutaqim, gugur dalam latihan penerjunan Rubber Duck Operations (RDO) menjelang peringatan HUT ke-80 TNI di Teluk Jakarta, Kamis (02/10/2025). Ironisnya, kematian itu terjadi dalam kegiatan yang seharusnya menunjukkan kesiapan dan profesionalisme militer, namun justru menyingkap rapuhnya sistem keselamatan di tubuh TNI.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Tunggul, menjelaskan, insiden bermula saat Praka Zaenal mengalami kendala di udara dalam proses pembukaan parasut. “Insiden tersebut terjadi tanggal 2 Oktober 2025 saat Praka Mar Zaenal Mutaqim mengalami kecelakaan di udara saat Processing Opening Parachute. Parasut tetap mengembang hingga mendarat di air. Tim pengaman di laut segera mendekati penerjun dan melaksanakan evakuasi menggunakan ambulance sea rider menuju posko kesehatan Kolinlamil,” kata Tunggul, Minggu (05/10/2025).
Namun, narasi “prosedur berjalan baik” tampak sulit diterima ketika hasil akhirnya adalah nyawa seorang prajurit yang hilang. Meski sempat sadar dan mendapatkan perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto, Praka Zaenal akhirnya meninggal dunia pada Sabtu (04/10/2025) pukul 03.01 WIB.
Laporan resmi menyebut, seluruh protokol penyelamatan telah dijalankan, namun tidak ada penjelasan detail mengenai penyebab teknis kegagalan penerjunan tersebut. Padahal, peristiwa seperti ini bukan pertama kali terjadi dalam latihan militer atau persiapan seremoni kenegaraan. Publik pun mulai mempertanyakan: seberapa aman latihan-latihan berisiko tinggi yang dilakukan demi kepentingan seremoni simbolik?
Jenazah almarhum dimakamkan secara militer di kampung halamannya, Desa Sembungharjo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dengan upacara penuh hormat. “Kami merasa sangat kehilangan dengan gugurnya personel terbaik Taifib ini. Almarhum adalah prajurit yang berdedikasi tinggi, berprestasi, dan selalu menunjukkan semangat juang yang luar biasa dalam setiap tugas yang diemban,” ujar Tunggul.
Sebagai penghormatan, TNI AL mengusulkan kenaikan pangkat luar biasa (KPLB) bagi almarhum. Tetapi penghargaan simbolik tak bisa menutupi pertanyaan besar: mengapa sistem keselamatan militer masih menyisakan celah yang berulang menelan korban?
Tunggul menambahkan bahwa insiden ini menjadi pelajaran berharga untuk memperkuat aspek keselamatan dalam setiap operasi dan latihan. Pernyataan itu terdengar klasik kalimat duka yang selalu diulang setiap kali nyawa prajurit hilang bukan di medan perang, melainkan di lapangan latihan.
Tragisnya, Praka Zaenal meninggalkan istri yang tengah mengandung tujuh bulan. Dandim 0717/Grobogan Letkol Kav Barid Budi Susila menuturkan bahwa prosesi pemakaman militer dihadiri sejumlah pejabat Marinir dan perwakilan TNI AL. “Persemayaman dan pemakaman militer dimulai pukul 16.00 hingga 17.00,” ujarnya.
Duka keluarga tentu tak tergantikan oleh penghargaan dan seremoni. Kematian prajurit dalam latihan seharusnya menjadi peringatan serius bahwa semangat patriotisme tidak boleh mengorbankan nyawa karena kelalaian teknis atau lemahnya pengawasan keselamatan. Jika keselamatan prajurit di masa damai saja tidak terjamin, bagaimana publik bisa yakin dengan kesiapsiagaan di masa genting? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan