SEOUL – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, menghadapi sidang pemakzulan terakhirnya di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (25/02/2025). Sidang tersebut menjadi momen penentuan nasibnya, di mana para hakim akan memutuskan apakah pemakzulan terhadap Presiden yang berusia 64 tahun itu akan disahkan atau tidak.
Yoon telah mendekam di balik jeruji sejak ditangkap pada bulan lalu dengan tuduhan pemberontakan. Tuduhan ini terkait dengan tindakan yang dilakukan Yoon pada Desember 2024, yaitu penerapan darurat militer sepihak. Pemberontakan adalah salah satu tuduhan kejahatan berat yang dapat menyebabkan hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati jika Yoon terbukti bersalah.
Sidang pada hari Selasa ini merupakan kesempatan terakhir bagi Yoon untuk memberikan pernyataan pembelaan diri. Selain itu, perwakilan dari parlemen yang telah memakzulkan sang presiden juga akan diberikan waktu untuk mengajukan argumen mereka mengenai pemakzulan tersebut. Sidang akan berlangsung pukul 14.00 waktu setempat di Mahkamah Konstitusi Seoul.
Setelah seluruh argumen diajukan, keputusan final dari delapan hakim Mahkamah Konstitusi terkait pemakzulan ini diperkirakan akan diumumkan pada pertengahan Maret mendatang. Jika MK memutuskan untuk mengesahkan pemakzulan Yoon, maka Korea Selatan harus menggelar pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari.
Melalui pengacaranya, Kim Hong-il, Yoon bersikeras bahwa penerapan darurat militer tersebut tidak dimaksudkan untuk melumpuhkan negara. Sebaliknya, menurut Yoon, langkah tersebut dilakukan untuk “membuka mata publik terhadap krisis nasional yang disebabkan oleh dominasi legislatif dari partai oposisi yang menguasai parlemen, yang telah menghambat jalannya pemerintahan.”
Tim hukum Yoon juga mengajukan argumen bahwa keputusan untuk memberlakukan darurat militer diperlukan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu parlemen tahun lalu. Tuduhan mengenai kecurangan tersebut telah digema oleh pendukung Yoon, dengan beberapa di antaranya membawa spanduk bertuliskan “Stop the Steal,” sebuah slogan yang terinspirasi dari klaim palsu Donald Trump mengenai kecurangan dalam pemilu AS 2020.
Menurut hasil survei yang dilakukan Realmeter pada Senin (24/02/2025), sebanyak 52 persen warga Korsel mendukung pemecatan Yoon dari jabatan presiden. Angka ini sedikit berbeda dari hasil jajak pendapat Gallup yang dirilis pekan lalu, yang menunjukkan 60 persen mendukung pemakzulan dan 34 persen menentangnya.
Sebagai negara dengan demokrasi yang semakin berkembang, keputusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi ujian penting bagi proses hukum dan politik di Korea Selatan, yang berpotensi membawa dampak besar bagi stabilitas pemerintahan dan masa depan kepemimpinan negara tersebut. []
Redaksi03