BANJARMASIN – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin menolak seluruh keberatan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto dalam perkara gratifikasi terkait proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Putusan sela tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono Riza Arianto, SH, MH, bersama dua anggota hakim lainnya, yaitu Indra Meinantha Vidi, SH, dan Arif Winarno, SH, dalam sidang terbuka yang digelar pada Kamis (09/01/2025) pagi.
Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar seluruh nota keberatan yang diajukan penasehat hukum kedua terdakwa ditolak.
Majelis hakim menilai bahwa keberatan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum telah masuk ke dalam pokok perkara. Selain itu, dakwaan yang disusun oleh JPU dianggap sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Menolak keberatan yang disampaikan penasehat hukum terdakwa untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Cahyono Riza Arianto saat membacakan putusan dalam dua sidang terpisah.
Dengan ditolaknya seluruh keberatan tersebut, proses persidangan kasus gratifikasi yang melibatkan kedua terdakwa ini dipastikan akan berlanjut ke tahap pembuktian. Majelis hakim juga memerintahkan agar JPU menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya.
Sidang pun dijadwalkan akan dilanjutkan pada Kamis, 16 Januari 2024. Sementara itu, penasehat hukum kedua terdakwa, Dr. Humayni SH, MH, menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan sela yang dibacakan oleh majelis hakim.
“Kami menghormati keputusan majelis hakim,” ujar Dr. Humayni usai sidang.
Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, yang merupakan kontraktor proyek PUPR Kalsel, didakwa secara bersama memberikan suap kepada pejabat negara atau aparatur sipil negara (ASN).
Dalam kasus ini, dua tersangka lainnya yang juga terlibat adalah Ahmad Solhan, Kepala Dinas PUPR Kalsel, dan Yunita Erlina, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel, yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
JPU mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan alternatif lainnya adalah Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini berkaitan dengan pemberian hadiah berupa uang sebesar Rp1 miliar terkait dengan tiga proyek yang dilaksanakan pada tahun 2024. Proyek pertama adalah pembangunan Gedung Samsat Terpadu di Jalan Ahmad Yani Km 17, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, yang dikerjakan oleh PT Haryadi Indo Utama (HIU) dengan nilai proyek Rp22.268.020.250. Dua proyek lainnya adalah pembangunan lapangan sepak bola senilai Rp23.248.949.136 yang dikerjakan oleh PT Wismani Kharya Mandiri (WKM), dan pembangunan kolam renang dengan biaya Rp9.178.205.930 yang dikerjakan oleh CV Bangun Banua Bersama (CBB). Semua proyek tersebut berada di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalsel.
Dengan berlanjutnya persidangan ini, pihak-pihak terkait diharapkan segera dapat memberikan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada kedua terdakwa serta tersangka lainnya. []
Redaksi03