SINGAPURA — Pemerintah Singapura akhirnya menyatakan kesediaan untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, meski masih menunggu momen yang tepat. Sikap tersebut diutarakan Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, dalam pidatonya di parlemen pada Rabu (24/09/2025), bertepatan dengan meningkatnya dukungan negara-negara dunia terhadap Palestina di ajang Sidang Majelis Umum PBB ke-80.
Dalam pernyataannya, Vivian menegaskan bahwa pengakuan Singapura bukan persoalan kemungkinan, melainkan soal waktu. “Pengakuan Singapura terhadap Negara Palestina bukanlah soal apakah, melainkan kapan,” tegasnya seperti dikutip Reuters.
Meski belum berencana mengakui Palestina dalam waktu dekat, Vivian menyampaikan bahwa Singapura telah menyiapkan langkah diplomatik yang lebih konkret. Salah satunya adalah menjatuhkan sanksi terukur terhadap warga Israel, khususnya pejabat yang terlibat langsung dalam kebijakan di wilayah pendudukan.
Vivian juga memberikan teguran terbuka terhadap politikus Israel yang terus menggaungkan rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat dan Gaza. “Kami menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan pembangunan dan perluasan permukiman,” ujarnya.
Ia menilai pembangunan permukiman ilegal hanya memperparah konflik dan menutup peluang solusi damai. “Kami menentang upaya berkelanjutan untuk menciptakan fakta baru di lapangan yang justru merusak prospek solusi dua negara,” katanya menambahkan.
Walau demikian, ia belum merinci sanksi seperti apa yang akan diberlakukan. Vivian hanya memastikan bahwa kebijakan ini akan diumumkan lebih lanjut setelah pemerintah melakukan kajian mendalam.
Menurut Vivian, pengakuan Palestina oleh Singapura sangat bergantung pada beberapa faktor kunci. Ia menegaskan perlunya terbentuk pemerintahan Palestina yang efektif, yang mampu mengakui hak Israel untuk eksis, sekaligus menolak terorisme dalam bentuk apa pun.
“Pada akhirnya, untuk menyelesaikan konflik panjang ini secara komprehensif, adil, dan berkelanjutan, diperlukan penyelesaian melalui perundingan yang menghasilkan dua negara satu Israel dan satu Palestina dengan rakyat keduanya hidup berdampingan dalam damai, aman, dan bermartabat,” ucap Vivian.
Pernyataan itu menegaskan posisi Singapura yang mendukung solusi dua negara sebagai jalan paling realistis untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.
Sebagian besar komunitas internasional menilai permukiman Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional. Namun, Israel bersikukuh membantahnya dengan merujuk pada ikatan historis dan legitimasi religius. Israel juga berargumentasi bahwa keberadaan permukiman merupakan bagian dari strategi pertahanan nasional.
Di sisi lain, tekanan terhadap Israel semakin meningkat seiring bertambahnya negara yang secara resmi mengakui Palestina. Dukungan yang datang tidak hanya dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika, tetapi juga dari sebagian negara Barat yang selama ini dikenal dekat dengan Israel.
Langkah Singapura menarik perhatian dunia, sebab negara kota itu dikenal memiliki hubungan erat dengan Israel sejak meraih kemerdekaan pada 1965. Kerja sama keduanya terjalin dalam bidang diplomasi, ekonomi, hingga pertahanan militer.
Namun, pada 2024, Singapura memilih mendukung beberapa resolusi PBB yang berisi dukungan atas pengakuan Palestina. Sikap tersebut menunjukkan bahwa meski memiliki hubungan strategis dengan Israel, Singapura tetap berusaha menjaga keseimbangan diplomasi, terutama di tengah tekanan global yang semakin kuat.
Keputusan untuk menunggu waktu yang tepat dalam mengakui Palestina juga dipandang sebagai strategi politik luar negeri Singapura untuk tetap menjaga kredibilitas internasional sekaligus melindungi kepentingan nasional.
Pernyataan Vivian Balakrishnan ini dipandang sebagai sinyal penting bagi kawasan Asia Tenggara. Meski bukan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Singapura berada di tengah lingkungan regional yang mayoritas mendukung Palestina. Sikap yang ditunjukkan Singapura berpotensi memperkuat posisi ASEAN dalam memberikan dorongan diplomatik terhadap penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Dengan demikian, pengakuan resmi Singapura terhadap Palestina tampaknya hanya menunggu waktu. Tekanan internasional yang kian besar, tuntutan moral komunitas global, serta pertimbangan hubungan regional menjadi faktor penting dalam keputusan diplomatik negara kota tersebut. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan