KOTAWARINGIN TIMUR – Peredaran satwa liar dilindungi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) masih menjadi perhatian serius Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit. Salah satu satwa yang paling sering menjadi incaran perdagangan ilegal adalah trenggiling (Pholidota), hewan yang populasinya kini semakin jarang terlihat di habitat alaminya.
Komandan BKSDA Resort Sampit, Muriansyah, mengungkapkan pihaknya baru menerima laporan penemuan seekor trenggiling dari Dinas Pemadam Kebakaran (Disdamkar) Kotim pada Rabu (02/10/2025). Temuan itu menjadi yang pertama sepanjang tahun ini. “Untuk tahun sebelumnya, pada 2024, juga ada satu ekor trenggiling yang diserahkan oleh pihak Pelabuhan Lindo 3 Sampit,” jelasnya, Kamis (02/10/2025).
Menurut Muriansyah, trenggiling termasuk satwa liar yang dilindungi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kendati demikian, hingga kini pihaknya belum memiliki data pasti mengenai populasi trenggiling di wilayah Kotim. “Dari tahun ke tahun, keberadaan trenggiling ini makin jarang ditemukan. Itu yang membuat kami khawatir,” ujarnya.
Selain kasus penemuan, BKSDA Sampit juga beberapa kali berhasil menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi, termasuk bagian tubuhnya. Salah satu kasus besar yang pernah terjadi di Kotim adalah penyitaan 78 kilogram sisik trenggiling yang rencananya akan dikirim ke Jakarta.
Tidak hanya itu, petugas juga menemukan bangkai daging trenggiling yang diduga kuat akan diselundupkan ke Kalimantan Barat sebelum akhirnya dibawa ke luar negeri.
“Perdagangan sisik trenggiling memang sangat menggiurkan. Dari informasi yang kami dapat, harganya bisa mencapai Rp4 juta hingga Rp6 juta per kilogram,” ungkap Muriansyah.
Harga tinggi tersebut membuat penyelundupan trenggiling menjadi bisnis gelap yang terus berulang, meski ancaman hukum telah jelas.
Trenggiling bukan satu-satunya satwa yang rawan diselundupkan dari Kotim. BKSDA juga mencatat adanya kasus penyelundupan orangutan di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan. Hewan dilindungi itu sempat disembunyikan di rumah warga sebelum akhirnya berhasil diamankan.
Selain itu, burung cucak hijau juga kerap menjadi target perdagangan ilegal. Modus yang digunakan biasanya memanfaatkan kendaraan angkutan barang atau truk yang menyeberang melalui Pelabuhan Sampit menuju Pulau Jawa.
“Untuk tahun ini saja, jumlah burung yang berhasil kami amankan mencapai puluhan ekor. Dari jumlah itu, ada 11 ekor di antaranya termasuk kategori dilindungi, yakni jenis cucak hijau,” papar Muriansyah.
Muriansyah menegaskan bahwa BKSDA tidak akan tinggal diam menghadapi maraknya praktik penyelundupan satwa liar. Pengawasan di lapangan diperketat dan koordinasi dengan aparat penegak hukum terus ditingkatkan.
“Kami selalu berkoordinasi dengan pihak Gakkum (Penegakan Hukum KLHK) di Palangka Raya jika ada indikasi perdagangan satwa dilindungi. Siapa pun yang kedapatan menyelundupkan akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur dengan bisnis perdagangan satwa liar. Selain berisiko berhadapan dengan hukum, tindakan tersebut juga mengancam keberlangsungan ekosistem dan keanekaragaman hayati di Kalimantan Tengah.
“Bagi kami, upaya konservasi bukan hanya menjaga keberadaan satwa, tetapi juga melindungi keseimbangan alam yang sangat penting bagi manusia,” tambahnya.
Dengan semakin langkanya keberadaan satwa dilindungi seperti trenggiling, orangutan, dan cucak hijau, BKSDA berharap masyarakat lebih peduli. Edukasi publik menjadi salah satu cara agar kesadaran bersama tumbuh, sehingga perburuan maupun penyelundupan satwa bisa ditekan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan