Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan
PALANGKA RAYA — Suasana haru menyelimuti halaman Rektorat Universitas Palangka Raya (UPR), Kamis (04/12/2025) malam. Tepat pukul 18.30 WIB, tempat yang biasanya gelap berubah menjadi lautan cahaya ribuan lilin. Ratusan mahasiswa berkumpul, menundukkan kepala dalam keheningan, menyuarakan doa dan empati bagi para korban banjir besar yang melanda Pulau Sumatera.
Aksi yang dikemas dalam bentuk “Seribu Lilin untuk Sumatera” tersebut bukan sekadar seremoni. Mahasiswa memadukan doa bersama dengan panggung ekspresi, puisi, hingga orasi yang menggugah hati. Mereka menyuarakan kepedihan sekaligus kemarahan atas musibah yang menelan banyak korban jiwa di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Para peserta sepakat bahwa bencana tersebut tidak bisa disederhanakan sebagai takdir belaka. “Itu bukan bencana alam, itu pembunuhan. Ada nyawa yang dipermainkan,” tegas Rifael Sianturi, Mahasiswa UPR dalam orasinya.
Mahasiswa menilai bahwa banjir besar yang terjadi merupakan dampak dari kerusakan lingkungan akibat kerakusan manusia yang menebang hutan dan merusak alam tanpa memikirkan masa depan.
Koordinator aksi, Dida Pramida, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya bentuk solidaritas, tetapi juga aksi refleksi moral serta galang dana untuk para korban banjir di Sumatera. “Aksi ini sekaligus menggalang dana untuk korban banjir di Pulau Sumatera, kami juga memberikan panggung eksepresi untuk mahasiswa,” ucapnya.
Dida juga mengingatkan bahwa Kalimantan Tengah bukan wilayah yang kebal bencana, dan kondisi yang sama sangat mungkin terjadi jika pengelolaan lingkungan tidak dibenahi. “Karena di Kalteng pun hampir sama masalahnya, seperti penebangan hutan dan kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Aksi seribu lilin ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat: jika keserakahan terus dibiarkan, Kalteng bisa bernasib sama seperti Sumatera. []
Admin03
