JAWA TIMUR – Fenomena tak biasa terjadi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, menyusul pelantikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) beberapa waktu lalu. Sejumlah guru perempuan yang baru saja dilantik memilih untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Lonjakan permohonan cerai ini menimbulkan sorotan di tengah masyarakat, terutama karena mayoritas penggugat berasal dari kalangan pendidik yang kini berstatus aparatur sipil negara.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Blitar, peningkatan permohonan cerai dari kalangan guru mulai tampak setelah pelantikan PPPK gelombang terakhir. Humas Pengadilan Agama Blitar menjelaskan bahwa alasan yang paling dominan dalam gugatan tersebut adalah persoalan ekonomi rumah tangga, khususnya ketidakstabilan penghasilan suami.
“Setelah mereka mendapat kepastian status dan penghasilan tetap dari PPPK, banyak yang merasa lebih mandiri secara finansial dan memilih keluar dari pernikahan yang dianggap tidak sehat,” ujar Humas Pengadilan Agama Blitar, Rabu (30/07/2025).
Dalam sejumlah dokumen perkara disebutkan bahwa para suami yang digugat cerai umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap, sebagian bekerja serabutan, bahkan ada yang tidak bekerja sama sekali. Para istri mengaku telah lama merasa menanggung beban ekonomi keluarga tanpa dukungan berarti dari pasangan mereka.
Menanggapi fenomena ini, pengamat keluarga dan sosiologi dari Universitas Negeri Malang, Dr. Ratna Dewi, mengungkapkan bahwa perubahan ini merupakan bagian dari dinamika sosial yang lebih luas. “Ketika perempuan sudah memiliki stabilitas ekonomi, mereka cenderung tidak lagi bertahan dalam relasi yang timpang atau penuh beban,” jelasnya.
Fenomena tersebut memicu perbincangan publik, khususnya di media sosial. Sebagian masyarakat mendukung keputusan para guru sebagai bentuk keberanian untuk memperjuangkan kesejahteraan pribadi, sementara sebagian lainnya menyayangkan bahwa pencapaian karier justru berujung pada retaknya kehidupan rumah tangga.
Situasi ini menjadi cerminan bagaimana perubahan ekonomi dalam rumah tangga dapat memengaruhi hubungan suami istri. Kemandirian finansial yang dimiliki para perempuan tidak hanya memberi mereka kekuatan dalam karier, tetapi juga membuat mereka lebih berani mengambil keputusan pribadi yang selama ini tertunda. Di sisi lain, kondisi ini juga menyoroti pentingnya kesetaraan peran dalam rumah tangga agar pernikahan tetap harmonis, terlepas dari siapa yang menjadi pencari nafkah utama.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan