Studi Global: Indonesia Teratas dalam Kesejahteraan Jiwa

UNIVERSITAS HARVARD— Sebuah laporan global yang dirilis oleh Universitas Harvard bersama Baylor University dan lembaga survei Gallup menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menempati posisi tertinggi dalam hal kesejahteraan hidup secara menyeluruh, atau yang dikenal dengan istilah flourishing.

Temuan ini menempatkan Indonesia di atas negara-negara besar dan maju dalam studi bertajuk Global Flourishing Study (GFS). Penilaian ini bukan semata-mata berdasarkan indikator ekonomi, melainkan menekankan dimensi yang lebih luas seperti kualitas hubungan sosial, kesehatan mental, makna hidup, dan aktivitas religius.

Studi ini melibatkan sekitar 200 ribu responden dari 23 negara dan wilayah, dan menyentuh lima aspek utama dalam kehidupan manusia: kebahagiaan dan kepuasan hidup, kesehatan fisik dan mental, makna serta tujuan hidup, karakter dan kebijaksanaan, serta kekuatan hubungan sosial.

South China Morning Post melaporkan bahwa survei ini dilakukan pada 2022 hingga 2024 sebagai pelengkap laporan tahunan World Happiness Report yang selama ini kerap didominasi oleh negara-negara Nordik. Namun, para peneliti GFS berpendapat bahwa pendekatan semacam itu tidak sepenuhnya mencerminkan kesejahteraan secara menyeluruh.

“Peringkat ini (penelitian sebelumnya) memperkuat anggapan utama tentang tatanan politik dan ekonomi global kita: negara miskin tidak bahagia karena mereka miskin, dan kemakmuran merupakan prasyarat krusial untuk kemakmuran individu dan masyarakat,” tulis Byron Johnson, Tyler J VanderWeele, dan Brendan Case dalam opini di The New York Times pada 30 April.

“Kami bertiga memahami kebahagiaan atau kemakmuran secara lebih luas: sebagai suatu keadaan di mana semua aspek kehidupan Anda relatif baik, termasuk lingkungan sosial di tempat Anda tinggal.”Dalam laporan tersebut, Indonesia mencatat skor tertinggi yaitu 8,47, mengungguli Meksiko dan Filipina yang menempati peringkat kedua dan ketiga. Sebaliknya, negara seperti Jepang menempati posisi paling rendah dengan skor hanya 5,93. Menariknya, negara-negara maju lainnya seperti Jerman, Swedia, Australia, dan Inggris berada di bawah peringkat negara berkembang, termasuk Indonesia, China, dan Israel.

Peneliti mencatat bahwa salah satu faktor yang berkontribusi besar terhadap tingginya skor Indonesia adalah tingginya partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Aktivitas ini dinilai mampu memperkuat makna hidup dan rasa memiliki dalam komunitas.

Peneliti juga menyoroti bagaimana kesejahteraan individu berubah seiring usia. Di negara seperti Jepang dan Hong Kong, tren kesejahteraan membentuk pola J, dengan tingkat tertinggi di usia muda dan lanjut, tapi menurun di usia pertengahan. Sebaliknya, di Indonesia dan China, justru warga usia pertengahan cenderung merasa lebih sejahtera dibanding usia muda maupun tua.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi semata bukan satu-satunya tolok ukur kebahagiaan. Dalam konteks Indonesia, kekuatan nilai-nilai kekeluargaan, budaya gotong royong, dan spiritualitas menjadi modal sosial yang berpengaruh besar terhadap persepsi kesejahteraan.

“Indonesia kerap kali dikontraskan dengan kemajuan di Jepang dalam pembahasan internasional tentang pembangunan, dikutip sebagai apa yang disebut perangkat kelas menengah, di mana pertumbuhan ekonomi mandek sebelum sampai level pendapatan kelas atas. Namun, studi kami menunjukkan bahwa fokus pada pertumbuhan ekonomi menunjukkan hanya bagian cerita,” tulis para peneliti GFS. Laporan lengkap studi ini juga telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature pada awal Mei lalu. [] Adm03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X