JAWA TIMUR – Kasus pembunuhan yang dilakukan suami terhadap istrinya sendiri kembali mengungkap sisi gelap kehidupan rumah tangga di tengah masyarakat. Seorang pria berinisial GDF (41), warga Kelurahan Panderejo, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, diamankan polisi setelah membunuh istrinya, BW (52), Senin (20/10/2025). Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius terkait pengawasan sosial, tekanan psikologis, dan keamanan keluarga di lingkungan padat penduduk.
Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, menjelaskan bahwa pelaku secara mengejutkan menghubungi polisi melalui pesan WhatsApp untuk mengakui perbuatannya.
“Terduga pelaku WhatsApp ke salah satu personel Polresta Banyuwangi. Intinya menyampaikan bahwa ingin menyerahkan diri karena sudah melakukan pembunuhan terhadap istrinya,” ujar Rama.
Mendapatkan laporan tersebut, tim Resmob Polresta Banyuwangi segera mendatangi lokasi dan menemukan GDF di teras rumahnya dengan pintu terbuka. Polisi kemudian melakukan pengecekan ke dalam rumah dan mendapati korban bersimbah darah.
“Pelaku saat ini sudah diserahkan ke Mapolresta Banyuwangi,” tambah Rama. Sementara itu, proses olah tempat kejadian perkara (TKP) terus dilakukan, dan jenazah korban telah dievakuasi ke rumah sakit untuk diotopsi. “Motif masih kami dalami,” jelasnya.
Kasus ini menimbulkan keheranan di lingkungan setempat. Rumah pasangan suami istri tersebut berada di Jalan Serayu, sebuah lingkungan padat penduduk. Warga menuturkan, selama ini pasangan itu tampak hidup normal.
“Mereka baik-baik saja selama ini. Yang suami bekerja di Pegadaian, yang perempuan di BCA. Aktivitas mereka sehari-hari bekerja, berangkat pagi, pulang sore,” kata Lurah Panderejo, Much Safii.
Rumah korban sendiri tampak tertutup dan rapi, dengan pagar tinggi serta tirai kayu coklat. Di depan rumah terparkir city car abu-abu milik pasangan itu. Hingga siang hari, warga masih berkerumun di sekitar rumah untuk melihat proses olah TKP, yang telah dipasangi garis polisi.
Kejadian ini tidak hanya menyoroti perilaku pelaku, tetapi juga memperlihatkan kelemahan dalam pemahaman terhadap masalah psikologis dan dinamika rumah tangga. Pertanyaan penting muncul: bagaimana tekanan hidup, konflik rumah tangga, atau masalah psikologis yang tidak terlihat oleh masyarakat dan lingkungan kerja dapat berujung pada tindakan ekstrem seperti ini?
Selain itu, fakta bahwa pelaku dengan mudah menghubungi polisi untuk menyerahkan diri menimbulkan tanda tanya mengenai kesadaran hukum, rasa bersalah, dan perencanaan tindakannya. Apakah ini indikasi dari persoalan psikologis yang serius atau kesadaran kriminal yang terdistorsi?
Kasus ini juga membuka kritik terhadap masyarakat dan tetangga sekitar yang tampaknya tidak menyadari tanda-tanda awal konflik atau ketegangan rumah tangga yang serius. Lingkungan sosial yang seharusnya menjadi pengawas informal, tampak abai hingga tragedi terjadi.
Ke depan, kasus ini menjadi peringatan bagi aparat hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat tentang pentingnya edukasi keluarga, pengawasan sosial, serta deteksi dini terhadap potensi kekerasan domestik. Penting pula bagi instansi terkait untuk menyiapkan jalur konseling, bantuan psikologis, dan program intervensi agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan