NUSA TENGGARA TIMUR — Tragedi mengerikan kembali mencoreng wajah kemanusiaan di Nusa Tenggara Timur. Seorang pria bernama Landa Linus Kuabib (51) berubah menjadi pembunuh sadis bagi keluarganya sendiri setelah berpesta minuman keras tradisional jenis sopi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Dalam kondisi mabuk, ia menghabisi nyawa istri, dua anak, dan adik iparnya dengan kejam di rumah mereka di Desa Amol, Kecamatan Miomaffo Timur.
Para korban tak lain adalah Emiliana Oetpah (53), sang istri; Kristina Nomawa (43), adik ipar; serta dua anak kandungnya, Lusiana Kuabib (14) dan Bernadeta Kuabib (8). Keempatnya meregang nyawa di tangan orang yang seharusnya menjadi pelindung, bukan algojo.
“Ya, dia mabuk sopi saat kejadian karena waktu kami tangkap dia itu mulutnya bau sopi,” kata Ipda Markus Wilco Mitang, Kepala Sub Seksi Pengelolaan Informasi Dokumentasi Media (PIDM) Humas Polres TTU, Selasa (14/10/2025).
Sebelum tragedi itu, Landa disebut sempat menghadiri pesta minuman keras di sekitar rumahnya. Pulang dalam keadaan mabuk berat, ia diduga langsung melampiaskan amarah dan kekacauan pikirannya kepada keluarganya.
Namun, yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa tragedi seperti ini bukan pertama kali terjadi di NTT. Daerah ini berkali-kali menanggung korban akibat budaya konsumsi sopi yang nyaris dianggap “biasa”. Dari kasus kekerasan rumah tangga hingga pembunuhan, miras lokal itu sering kali jadi pemicu utama tapi jarang dihadapi secara serius oleh pemerintah daerah maupun tokoh adat.
Seorang saksi mata, Yuliana Talan (78), mendengar teriakan dari rumah pelaku dan berusaha menolong. “Jadi saat saksi Yuliana mendengar teriakan, dia langsung ke sana. Ternyata pelaku ini sedang lakukan aksinya,” jelas Wilco. Namun, niat baik Yuliana hampir berujung tragis. Ia ikut diserang dan dipukul di bahu kiri menggunakan parang, sebelum berhasil melarikan diri dan bersembunyi.
Tragedi ini kembali membuka luka lama tentang lemahnya pengawasan terhadap peredaran sopi dan rendahnya kesadaran bahaya miras di NTT. Ironisnya, minuman itu kerap menjadi bagian dari perayaan sosial tanpa kontrol, sementara korban terus berjatuhan bahkan di dalam rumah sendiri.
Kasus Landa Linus bukan sekadar tindak kriminal, tapi juga potret gelap tentang bagaimana kemiskinan, ketergantungan alkohol, dan lemahnya regulasi sosial berkelindan hingga menciptakan kekerasan yang diwariskan. Ketika mabuk dianggap wajar dan hukum datang terlambat, maka tragedi keluarga seperti ini hanya menunggu giliran untuk terulang. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan