SAMARINDA – Persoalan kepastian hukum atas surat tanah di kawasan Sambutan, Perumahan Korpri Jalan Pelita 8, kembali mencuat. Warga yang telah menempati rumah selama puluhan tahun masih belum menerima kepastian legalitas kepemilikan tanah. Kondisi ini memicu kekhawatiran, terutama karena meski warga sudah membayar biaya dan mengangsur dari gaji mereka, satu lembar pun surat resmi kepemilikan belum diterima.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Aris Mulyanata, menyampaikan bahwa persoalan ini hingga kini belum menemui titik terang. “Proses legalitas surat tanah di Sambutan di Pelita 8 informasinya, tapi antara kepastian hukum surat tanah yang dimiliki masyarakat itu sudah sampai sejauh mana,” ujarnya Rabu (08/10/2025) sore.
Aris menilai, pemerintah memang sudah berusaha menginventarisasi aset tanah tersebut, tetapi terhambat proses administrasi yang panjang. “Pemerintah sebenarnya sudah berusaha untuk coba menginventarisir karena ada proses administrasi yang memang lama, karena tanahnya kurang lebih 118 hektar, dan sekarang posisinya sudah didiami oleh masyarakat,” terangnya.
Ia menambahkan, tahapan legalisasi surat tanah tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. “Jadi, proses tahapan pensertifikatan ini perlu proses untuk dilegalkan dulu, karena ini bicara aset, karena informasi dari aset kota terpadu mandiri (KTM) kavlingkan tanah,” katanya.
Meski begitu, Aris menegaskan bahwa hingga kini belum ada kejelasan mengenai perjanjian awal maupun kepastian hukum terkait bentuk dan status surat tanah yang dijanjikan. “Karena kita nggak pernah tahu apa sih isi perjanjian pada saat itu, tapi hari ini yang ditunggu sama masyarakat ini masalah terkait kepastian hukum surat legalitasnya, suratnya sampai sejauh mana, bentuknya seperti apa, karena kan ini aset pemerintah yang memang dijanjikan, dilepaskan untuk haknya itu kepada masyarakat,” tegasnya.
Ketua RT Perumahan Korpri, Maulana, mengungkapkan keresahan warga akibat ketidakpastian hukum. “Kami dari masyarakat itu sangat-sangat resah, sangat takut apabila suatu saat nanti rumah kami diambil, bangunan kami diambil. Kami sudah mengangsur, potong gaji, bahkan ada yang sudah meninggal, tidak ada kejelasan, selembar surat pun tidak ada, jadi kami menuntut legalitasnya paling tidak selembar surat yang bisa menguatkan kami apabila ada terjadi sesuatu,” jelasnya.
Ketua Kerukunan Perumahan Korpri, Bahrunsyah, menambahkan bahwa warga telah menunggu selama 25 tahun tanpa kejelasan. “Kami tuh berharap legalitas karena sudah 20 tahun kami tidak punya, bahkan sampai hari ini 25 tahun kami belum ada sama sekali. Makanya kami menuntut itu kepada pemerintah daerah berdasarkan SK yang telah diterbitkan kepada kami dulu, bahwa itu tanah itu milik kami,” pungkasnya.
Sejumlah pengamat hukum menyoroti lambatnya penyelesaian kepastian hukum ini sebagai persoalan serius, karena dapat menimbulkan ketidakpastian sosial, konflik aset, dan dampak psikologis bagi warga. Mereka menekankan, pemerintah daerah perlu mempercepat proses sertifikasi dan memastikan seluruh prosedur administratif dijalankan transparan agar warga memiliki kepastian legalitas yang sah. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan