SAMARINDA — Sejak tahun 2005, Maria Sumarni, seorang penjahit asal Jalan Sebulusalam, Samarinda, telah menekuni seni sulam tumpar khas suku Dayak dari Tanjung Isui, Kabupaten Kutai Barat. Kecintaannya pada budaya leluhur menjadikan setiap hasil karyanya bukan sekadar produk busana, melainkan juga bentuk pelestarian warisan etnik Kalimantan Timur yang kaya makna.
Maria dikenal telaten dalam setiap jahitannya. Karya tangannya menggabungkan dua teknik utama, yaitu bordir dan sulam tangan dengan motif khas Dayak yang rumit dan penuh filosofi. Sulaman tersebut dapat diaplikasikan pada berbagai jenis busana seperti baju, rok lilit, rompi, hingga aksesori tas. Harga jual produknya bervariasi mulai dari Rp100.000, tergantung jenis barang dan tingkat kerumitan motif yang diinginkan pelanggan.
“Ini ada dua model yakni dibordir dan disulam khas Dayak. Dapat digunakan untuk baju, rok lilit, rompi, atau sebagai aksesori tas. Ini dari Tanjung Isui, Kutai Barat, dengan harga Rp100.000 tergantung barang yang mau dipasang sulam tumpar. Dalam sebulan baru dapat membuat 4–6 lembar sulaman,” ujar Maria kepada awak media saat ditemui di Samarinda, Jumat (31/10/2025).
Proses pembuatan sulam tumpar memang membutuhkan kesabaran dan ketelitian tinggi. Dalam sebulan, Maria hanya mampu menghasilkan empat hingga enam lembar sulaman karena setiap karya dikerjakan secara manual tanpa bantuan mesin otomatis. Meski jumlah produksinya terbatas, permintaan tetap datang dari berbagai kalangan, termasuk pecinta kain etnik dan wisatawan yang mencari produk kerajinan bernuansa lokal.
Pelanggan juga diberi kebebasan untuk memesan motif sesuai keinginan, menjadikan setiap produk memiliki sentuhan personal dan nilai eksklusif. Banyak pembeli menganggap karya Maria bukan sekadar pakaian, melainkan bentuk seni yang mencerminkan identitas budaya Dayak yang semakin jarang dijumpai.
Dalam kesempatan itu, Maria menyampaikan harapannya agar usaha kecil yang ia jalankan dapat terus berkembang dan dikenal luas. Ia juga berharap generasi muda turut melanjutkan keterampilan sulam tumpar agar tidak hilang ditelan zaman.
“Harapan saya, usaha ini bisa terus maju dan semakin banyak pembeli di masa mendatang,” ujar perempuan berkacamata itu.
Selain sebagai sumber penghasilan, kegiatan menyulam bagi Maria juga menjadi cara untuk melestarikan kearifan lokal. Ia percaya, menjaga budaya bukan hanya melalui tarian dan musik tradisional, tetapi juga lewat karya-karya kecil yang memiliki nilai estetika dan filosofi tinggi.
Bagi masyarakat yang ingin melihat langsung hasil karyanya, Maria membuka rumah produksinya bernama “Penjahit Dayak” di Jalan Sebulusalam, Gang Gunung Sari 1, Samarinda. Ia juga dapat dihubungi melalui WhatsApp 0852-5026-7874 (Maria Sumarni) untuk pemesanan atau konsultasi desain.
Dengan ketekunan dan cinta terhadap budaya daerah, Maria Sumarni telah membuktikan bahwa warisan tradisi dapat hidup berdampingan dengan ekonomi kreatif modern, sekaligus menjadi inspirasi bagi pelaku usaha kecil di Kalimantan Timur untuk menjadikan budaya sebagai sumber kekuatan ekonomi. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyuting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan