KUTAI KARTANEGARA – Pemerintah pusat akhirnya memutuskan untuk kembali mengizinkan pengecer menjual gas LPG 3 kg, setelah sebelumnya dilarang sejak 1 Februari 2025.
Keputusan tersebut memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama bagi mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan sebelumnya.
Rudy (41), seorang pengecer gas melon, mengungkapkan rasa leganya terhadap kebijakan baru ini.
“Kalau tidak bisa jual lagi, kami mau makan apa? Saya hanya mengambil 10-15 tabung dari pangkalan dengan keuntungan sedikit,” ucapnya kepada media ini di Tenggarong, Rabu (05/02/2025).
Meski begitu, ia masih bertanya-tanya tentang sistem baru yang akan diterapkan.
“Katanya ada sistem, semoga tidak ribet,” tambahnya.
Di sisi lain, bagi konsumen seperti Astuti (35), seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, perubahan aturan ini memberi harapan.
“Selama pengecer tidak boleh jual, saya kesulitan beli gas. Saya kerja dari pagi sampai sore, tidak mungkin izin hanya untuk ke pangkalan,” ujarnya.
Pemerintah bertujuan memastikan distribusi gas LPG 3 kg hanya melalui jalur resmi, yaitu Pertamina, Agen, dan Pangkalan.
Pembelian di pangkalan akan dibatasi, yaitu satu tabung per hari untuk rumah tangga dan dua tabung untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) atau Nomor Induk Berusaha (NIB).
Dengan kembalinya pengecer diizinkan untuk beroperasi, mereka akan berfungsi sebagai sub-pangkalan, guna menjaga agar harga tetap terkontrol.
Namun, masih ada pertanyaan apakah sistem baru ini benar-benar akan memperbaiki distribusi atau justru menambah tantangan bagi pengecer dan konsumen.
Masyarakat berharap kebijakan ini bukan sekadar perubahan aturan, tetapi benar-benar solusi agar gas melon tetap mudah diakses dengan harga yang wajar. []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita