Sydney Berdarah, Dunia Kian Tak Aman

SYDNEY – Sydney kembali diguncang insiden penembakan brutal yang menambah daftar panjang kekerasan bersenjata di Australia. Seorang pria berusia 60 tahun ditangkap setelah diduga melepaskan sejumlah tembakan dari sebuah bangunan tempat tinggal di kawasan Croydon Park, Sydney. Insiden ini memunculkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem keamanan publik dan pengawasan kepemilikan senjata di negara tersebut.

Seorang pria berusia 50-an dilaporkan menderita luka di dada dan leher dan dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Selain itu, 16 orang lainnya mengalami luka ringan akibat peluru yang ditembakkan secara membabi buta.

Stephen Parry dari Kepolisian New South Wales mengatakan bahwa tersangka pelaku “menembak tanpa pandang bulu ke arah kendaraan yang lewat, termasuk kendaraan polisi.” Kepada wartawan, ia menambahkan bahwa jumlah tembakan belum dapat dipastikan, “tetapi kemungkinan ada antara 50 dan 100 tembakan.”

Serangan membabi buta ini menunjukkan bahwa bahkan di negara maju seperti Australia, ancaman kekerasan domestik tetap tinggi. Meski aparat bertindak cepat, publik menilai insiden ini menjadi alarm keras bagi sistem keamanan perkotaan yang selama ini dianggap aman.

Sementara itu, di Asia Selatan, ratusan pendaki masih terjebak di Gunung Everest setelah badai salju melanda wilayah Tibet. Kantor berita CCTV melaporkan hingga Minggu (05/10/2025), sebanyak 350 pendaki telah mencapai kota kecil Qudang, sementara sekitar 200 lainnya masih dalam kontak penyelamatan. “Cuaca di pegunungan sangat basah dan dingin, dan hipotermia jadi risiko,” kata Chen Geshuang, salah satu pendaki yang berhasil selamat. Ia menambahkan, “Cuaca tahun ini tidak normal. Pemandu mengatakan dia belum pernah mengalami cuaca seperti itu di bulan Oktober. Dan itu terjadi terlalu tiba-tiba.”

Badai yang terjadi bersamaan dengan libur nasional China ini menyoroti lemahnya sistem peringatan dini dan kesiapan penyelamatan di kawasan wisata ekstrem. Banyak pihak menilai bahwa pertumbuhan industri wisata alam di Himalaya tidak seimbang dengan infrastruktur keselamatan yang memadai.

Di sisi lain, Australia dan Papua Nugini menandatangani perjanjian militer baru pada Senin (06/10/2025) yang mengikat kedua negara untuk saling membela jika terjadi serangan militer terhadap salah satu pihak. “Kami akan bersikap transparan, kedua parlemen kami akan menjalani proses yang ada, tetapi ini telah dilakukan dengan sangat tertib,” kata PM Australia, Anthony Albanese. Namun, langkah ini menuai sorotan karena dianggap mempertegas blok pertahanan baru yang menandingi pengaruh China di kawasan Pasifik.

Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape, menolak anggapan tersebut. “Perjanjian militer ini tidak ada hubungannya dengan tekanan geopolitik dari China,” ujarnya, menegaskan bahwa kesepakatan itu terbuka bagi seluruh warganya.

Sementara itu, di Nepal dan India, hujan deras memicu tanah longsor dan banjir bandang yang menewaskan lebih dari 60 orang. Setidaknya 44 orang meninggal di Nepal timur dan 20 lainnya di Darjeeling, India. Meski Perdana Menteri Interim Nepal, Sushila Karki, mengatakan pemerintah “sepenuhnya siap untuk penyelamatan dan bantuan,” kenyataannya banyak wilayah terpencil masih terisolasi akibat infrastruktur yang rusak berat.

Serangkaian bencana dan kekerasan yang terjadi hampir bersamaan ini menggambarkan dunia yang semakin rapuh: ketika keamanan publik, stabilitas politik, dan keselamatan manusia diuji oleh kelalaian, ketidaksiapan, serta perubahan iklim yang kian ekstrem. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com