Tak Mau Salahkan Muslim, Istri Korban Penembakan Dihujat Online

NEW DELHI – Dua pekan lalu, sebuah foto yang menggambarkan seorang perempuan duduk terdiam di samping jenazah suaminya viral di media sosial India. Potret duka mendalam itu dengan cepat menjadi simbol tragedi penembakan brutal yang terjadi pada 22 April di wilayah Kashmir yang dikuasai India, yang menewaskan 26 warga sipil.

Perempuan dalam foto tersebut adalah Himanshi Narwal, istri dari Vinay Narwal, seorang perwira angkatan laut berusia 26 tahun yang menjadi korban dalam serangan tersebut. Pasangan itu sedang berbulan madu dan baru menikah kurang dari seminggu ketika Vinay tewas ditembak.

Namun, simpati publik yang semula mengalir deras berubah menjadi gelombang kebencian hanya dalam hitungan hari. Himanshi menjadi sasaran kampanye kebencian daring setelah menyerukan agar masyarakat tidak melampiaskan amarah kepada komunitas Muslim atau warga Kashmir. Seruan itu ia sampaikan saat menghadiri kegiatan donor darah yang diselenggarakan keluarga besar almarhum untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-27.

“Kami tidak menginginkan kebencian terhadap Muslim atau warga Kashmir. Kami hanya menginginkan kedamaian. Tentu kami ingin keadilan, pelaku harus dihukum,” ujarnya di hadapan wartawan. Ini merupakan pernyataan publik pertamanya sejak video perpisahan emosionalnya dengan sang suami menyentuh hati banyak orang di media sosial.

Namun, pesan damai yang ia suarakan justru memicu serangan balik yang masif. Sebagian warganet menyebutnya tidak setia pada ingatan sang suami karena enggan menyalahkan masyarakat Kashmir secara kolektif. Tuduhan tak berdasar tentang masa lalunya bersama pria Kashmir semasa kuliah di Delhi turut disebarluaskan. Bahkan, ada yang meremehkan kesedihannya karena usia pernikahannya yang belum genap satu minggu.

Komisi Nasional untuk Perempuan (NCW) mengecam keras serangan daring tersebut. Ketua NCW, Vijaya Rahatkar, menyatakan bahwa bentuk perbedaan pendapat sekalipun harus disampaikan secara santun dan dalam koridor konstitusi. “Reaksi publik mungkin tidak sejalan dengan pandangan beliau, tetapi tidak ada pembenaran untuk kekerasan verbal semacam ini,” tulisnya di platform X.

Jurnalis senior yang kerap meliput isu gender, Namita Bhandare, mengungkapkan keprihatinannya terhadap gelombang kebencian yang diterima Himanshi. Ia menyebut bahwa perempuan kerap menjadi sasaran empuk serangan daring, terutama ketika mereka memilih untuk tidak mengikuti narasi balas dendam. “Wajah perempuan mudah dijadikan simbol, tapi juga mudah dihancurkan,” ucapnya.

Tidak hanya Himanshi, Arathi R Menon, putri dari salah satu korban asal Kerala, juga menjadi target perundungan daring. Ia dituduh terlalu tenang saat menceritakan kematian ayahnya kepada media, serta dipermasalahkan karena memuji dua pria Kashmir yang telah membantunya dalam kondisi krisis.

Meski demikian, dukungan terhadap Himanshi juga muncul. Aktivis Gurmehar Kaur menulis di X, “Pernyataan Anda adalah bentuk keberanian dan keteguhan hati luar biasa.” Kaur sendiri pernah mengalami perundungan serupa pada 2017 setelah menyuarakan pesan perdamaian atas kematian ayahnya di wilayah konflik Kashmir.

Sejumlah politisi oposisi turut mendesak pemerintah bertindak. Anggota parlemen Priyanka Chaturvedi bahkan menandai Menteri Informasi dan Penyiaran, Ashwini Vaishnaw, agar bertindak membela Himanshi. Namun, hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pihak kementerian, dan laporan polisi pun belum dilayangkan.

Menurut Bhandare, pola ini bukan hal baru: “Seperti kampanye kebencian lainnya, kasus ini akan surut seiring waktu, lalu mereka akan mencari sasaran berikutnya.” []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com