Tali Kawat Jadi Alasan, Layangan Jadi Korban

PONTIANAK — Di tengah maraknya keluhan warga tentang kabel listrik putus dan kecelakaan akibat benang layangan, Pemerintah Kota Pontianak kembali memperketat larangan bermain layang-layang. Melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), sosialisasi aturan terus digencarkan sejak Selasa, 21 Oktober 2025.

Larangan tersebut bukan hal baru. Aktivitas bermain layangan sudah lama dilarang berdasarkan Peraturan Daerah Ketertiban Umum (Perdatibum) Nomor 19 Tahun 2021, yang mengatur berbagai kegiatan yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keselamatan masyarakat.

Kepala Satpol PP Kota Pontianak, Ahmad Sudiantoro, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan muncul tiba-tiba.

“Aturan permainan layang itu termuat di Perdatibum Pemerintah Kota Pontianak, Perda Nomor 19 Tahun 2021. Perda ini sudah lama, dan larangan main layangan juga sudah lama,” ujarnya di ruang kerjanya di Jalan Zainuddin No. 8.

Menurutnya, sosialisasi dilakukan secara berkelanjutan melalui media, kegiatan masyarakat, hingga car free day agar masyarakat memahami risiko dari permainan tradisional yang kerap berujung pada gangguan fasilitas publik.

“Khususnya pada Pasal 21 Ayat 1, diatur bahwa dilarang bermain, dilarang menjual, dan dilarang membuat layangan,” jelas Ahmad.

Satpol PP menilai, bahaya terbesar dari permainan ini datang dari penggunaan tali kawat, terutama dalam adu layangan.

“Tali kawat ini sangat berbahaya, terutama bagi jaringan listrik milik PLN. Biasanya banyak ditemukan di wilayah utara dan barat kota,” katanya.

Penertiban pun tidak hanya menyasar pemain, tetapi juga para penjual layangan.

“Bagi penjual, sudah ada beberapa toko besar yang kami beri sanksi. Layangannya kami sita dan mereka menandatangani pernyataan tidak menjual lagi,” ungkap Ahmad.

Meski begitu, Satpol PP tetap mengedepankan pendekatan edukatif terhadap anak-anak yang masih gemar bermain layangan.

“Yang paling utama tetap pembinaan terhadap anak-anak. Kalau razia, yang sering tertinggal di lokasi itu anak-anak. Jadi kami lebih banyak mengingatkan dan memberi pemahaman,” tambahnya.

Ahmad menyebut, aktivitas bermain layangan kini mulai menurun, meski masih ditemukan di beberapa titik rawan, khususnya di wilayah barat Pontianak.

“Fokus kami ada di enam kecamatan, tapi yang paling intens di wilayah barat karena arah angin dari barat ke timur. Kalau putus, layangannya bisa jatuh ke Sungai Jawi, Jeruju, hingga Pontianak Utara,” jelasnya.

Pelanggar aturan bisa dikenai sanksi administratif hingga denda tipiring.

“Kalau ada yang tertangkap, biasanya kami beri sanksi administrasi dulu, mulai dari teguran hingga denda paksa. Kalau ada korban atau kerugian besar, bisa naik ke tindak pidana dan kami serahkan ke kepolisian,” paparnya.

Namun, di tengah kebijakan tegas tersebut, muncul pertanyaan: ke mana warga, terutama anak-anak, bisa menyalurkan kesenangan bermain layangan tanpa membahayakan orang lain?

Satpol PP pun mencoba membuka ruang dialog dengan komunitas layang-layang untuk mencari solusi yang lebih manusiawi.

“Kami sedang berdiskusi dengan beberapa komunitas untuk mencari lokasi yang aman bermain, misalnya di batas kota, agar kalau putus tidak membahayakan orang lain,” pungkas Ahmad.

Kebijakan larangan layang-layang di Pontianak kini berada di persimpangan antara menjaga ketertiban kota dan memberi ruang bagi warga menikmati permainan rakyat yang telah menjadi bagian dari budaya lokal. []

Fajara Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com