Tambang di Raja Ampat Picu Polemik Lingkungan dan Hukum

PAPUA BARAT – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa aktivitas tambang PT GAG Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak berada dalam kawasan konservasi. Ia memastikan lokasi tambang terletak di Pulau Gag, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, yang dikenal sebagai ikon wisata unggulan Raja Ampat.

“Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulis pada Jumat (6/6/2025).

Penjelasan tersebut disampaikan Bahlil menanggapi munculnya penolakan publik atas aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat. Ia pun memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan PT GAG Nikel sejak Kamis (5/6/2025), hingga verifikasi langsung dilakukan di lapangan. “Untuk sementara kami hentikan sampai kami cek langsung kondisi di lapangan,” ujarnya.

Dalam pernyataan lanjutan yang disampaikan Sabtu (7/6/2025), Bahlil menyatakan bahwa izin tambang tidak dikeluarkan pada masa kepemimpinannya sebagai menteri. Ia menjelaskan, izin usaha pertambangan (IUP) PT GAG Nikel diterbitkan pada tahun 2017, dan operasionalnya dimulai pada 2018, saat dirinya masih menjabat Ketua Umum HIPMI. PT GAG Nikel sendiri merupakan anak usaha dari BUMN PT Aneka Tambang Tbk. (ANTAM), yang telah mengantongi Kontrak Karya sejak 1998.

Bahlil menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan. Ia menyebut pengawasan terhadap tambang akan dilakukan secara ketat dan mengacu pada prinsip pertambangan yang baik. “Kami tak bisa hanya percaya pada pemberitaan. Harus dicek langsung agar objektif,” katanya.

Meski demikian, kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dari tambang nikel di Raja Ampat terus bergema. Greenpeace Indonesia mengingatkan bahwa ekspansi tambang nikel dapat membahayakan ekosistem laut dan darat. Kepala Kampanye Hutan Greenpeace, Kiki Taufik, mengungkapkan bahwa dampak industri nikel sudah terlihat di wilayah lain seperti Halmahera dan Kabaena, dan kini mulai merambah ke Raja Ampat.

Menurut Kiki, terdapat lima pulau kecil yang telah atau mulai dieksplorasi untuk tambang, yakni Pulau Gag, Kawe, Manuran, Batang Pele, dan Manyaifun. Ia menyoroti bahwa aktivitas tambang di pulau kecil bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penelusuran Greenpeace menunjukkan bahwa tambang di tiga pulau pertama telah merusak lebih dari 500 hektare hutan, dengan aliran lumpur yang mengancam terumbu karang dan biota laut.

Penolakan juga datang dari Aliansi Jaga Alam Raja Ampat. Koordinator aliansi, Yoppy L. Mambrasar, menilai wajah pariwisata Raja Ampat mulai berubah menjadi kawasan tambang karena pemerintah dianggap gagal melindungi pulau-pulau kecil dari eksploitasi industri ekstraktif. Ia menegaskan bahwa tambang di pulau kecil melanggar berbagai ketentuan hukum, termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami ingin pembangunan yang adil dan berpihak pada rakyat serta lingkungan,” ujarnya.

Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (5/6/2025), kembali menjelaskan bahwa tidak semua wilayah Raja Ampat merupakan kawasan wisata. Ia menyebut bahwa Raja Ampat terdiri dari sejumlah pulau dengan fungsi beragam, sebagian besar untuk pariwisata dan konservasi, namun ada pula yang merupakan kawasan pertambangan.

“Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering di Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km,” kata Bahlil.

Ia menyadari bahwa beredarnya sejumlah foto yang diklaim menunjukkan kerusakan lingkungan akibat tambang nikel menimbulkan kekhawatiran. Karena itu, ia memerintahkan verifikasi visual dilakukan oleh tim kementerian. “Sekarang dengan kondisinya seperti ini kita harus crosscheck karena di beberapa media yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo,” ujarnya.

Bahlil menegaskan bahwa kawasan pariwisata Raja Ampat tetap menjadi prioritas perlindungan pemerintah. Ia menyatakan bahwa komitmen untuk menjaga lingkungan hidup dan mendukung sektor pariwisata tidak akan ditinggalkan. “Dan di wilayah Raja Ampat itu betul wilayah pariwisata yang kita harus lindungi,” pungkasnya. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X