KETAPANG – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Lubuk Toman, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, kian memperlihatkan tren yang mengkhawatirkan. Kegiatan ilegal tersebut terus berlangsung dengan intensitas tinggi, seolah tanpa rasa takut terhadap sanksi hukum. Bahkan, insiden pemukulan terhadap empat wartawan yang tengah melakukan peliputan di lokasi PETI itu sempat viral di media sosial dan mengundang kecaman dari masyarakat.
Ironisnya, usai kejadian kekerasan tersebut, pihak pelaku justru membuat laporan balik dengan tuduhan pemerasan terhadap wartawan yang menjadi korban pemukulan. Langkah ini dinilai sebagai upaya membelokkan perhatian publik dan meredam kasus utama. Sementara itu, satu dari pelaku bernama Roni Paslah telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan oleh Polres Ketapang.
Masyarakat Kabupaten Ketapang dengan tegas menyuarakan kekecewaannya atas situasi tersebut. Mereka menuntut agar kepolisian tidak hanya berhenti pada penangkapan pelaku pemukulan, tetapi juga bergerak untuk mengusut dan menindak tegas para pemodal serta pelaku utama di balik aktivitas PETI di Lubuk Toman. Masyarakat menilai, jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap korban hanya karena laporan yang direkayasa, sementara perusak lingkungan dibiarkan bebas menjalankan aktivitas tambangnya.
Di sisi lain, aktivitas PETI di Kabupaten Ketapang semakin tak terkendali. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, pertambangan tanpa izin merupakan pelanggaran hukum. Sayangnya, dalam banyak kasus, hanya pekerja lapangan yang ditangkap, sementara para pemodal nyaris tak tersentuh oleh proses hukum.
Kasus pemukulan wartawan oleh Roni Paslah seharusnya menjadi momentum penting bagi Polres Ketapang untuk membongkar jaringan PETI yang telah beroperasi sekian lama. Lokasi kejadian di Lubuk Toman, Kilometer 26, bahkan masih terus menjadi tempat aktivitas tambang ilegal hingga hari ini, tanpa terlihat adanya penindakan berarti.
Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan di tengah masyarakat: ada apa dengan Polres Ketapang? Mengapa tidak ada tindakan tegas yang menyasar akar permasalahan dari kegiatan PETI tersebut?
Kajian terhadap situasi ini mengungkap sejumlah langkah yang perlu segera diambil. Pertama, diperlukan penguatan aturan hukum terhadap para pelaku PETI, termasuk pemberian sanksi pidana kepada para pemodal. Kedua, proses penegakan hukum harus berjalan secara konsisten dari tahap penyelidikan hingga pengadilan, dan menghasilkan putusan yang memberikan efek jera. Ketiga, pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas PETI juga sangat penting untuk memperkuat kontrol sosial.
Masyarakat berharap Kapolres Ketapang dapat menunjukkan komitmen yang nyata dalam menegakkan hukum. Desakan agar para pemodal tambang ilegal segera ditangkap dan aktivitas PETI dihentikan menjadi sinyal kuat bahwa warga tidak ingin wilayahnya terus menjadi korban kerusakan lingkungan yang diabaikan oleh penegak hukum. Sudah saatnya supremasi hukum ditegakkan sepenuhnya di Kabupaten Ketapang. []
Redaksi11