Tambang Semakin Rakus, Buruh Semakin Terdesak

BERAU– Ratusan buruh dari berbagai aliansi pekerja di Kabupaten Berau kembali turun ke jalan. Mereka memadati halaman Gedung DPRD Berau pada Selasa, (11/11/2025) menuntut keadilan dan penegakan aturan yang dinilai mandek di tangan pemerintah daerah.

Aksi ini menjadi puncak kekecewaan para buruh terhadap lambannya tindak lanjut laporan, petisi, dan surat resmi yang telah mereka sampaikan berulang kali kepada instansi pemerintah, DPRD, hingga kepolisian. Mereka menuding, lemahnya pengawasan membuat perusahaan tambang di Bumi Batiwakkal semakin kebal hukum.

Selama ini, jalur dialog sudah mereka tempuh mulai dari rapat dengar pendapat hingga pelaporan resmi. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada langkah konkret yang dirasakan di lapangan.

“Kami hanya menuntut pemerintah menegakkan aturan yang sudah dibuatnya sendiri,” seru salah satu orator dalam aksi tersebut.

Ketua Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Berau mengungkapkan, banyak pelanggaran di sektor pertambangan yang dibiarkan tanpa tindakan tegas dari aparat maupun pemerintah.

Ia menyoroti mandeknya implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2018.
“Perda itu dibuat pakai anggaran, dari pajak rakyat. Tapi sampai sekarang tidak ada pengawasan, tidak ditegakkan sama sekali,” tegasnya.

Ia menambahkan, akibat lemahnya pengawasan, perusahaan tambang kian bebas beroperasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar.

“Kita lihat perusahaan makin semena-mena karena ada pembiaran, dari anggota dewan, dari bupati, bahkan dari pihak kepolisian,” ujarnya lantang.

Selain menuntut penegakan hukum, para buruh juga menyoroti penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang menurut mereka hanya formalitas.

“Amdal sudah jelas mengatur agar perusahaan melibatkan masyarakat lokal. Tapi kenyataannya, yang dikurangi justru tenaga kerja lokal,” tuturnya.

Mereka juga mengecam banyaknya tambang yang beroperasi terlalu dekat dengan pemukiman warga.
“Sekarang banyak tambang berdiri di belakang rumah warga. Debunya sampai ke rumah. Tapi tidak ada tindakan,” katanya dengan nada kecewa.

Para buruh menilai alasan pemerintah daerah bahwa izin tambang merupakan kewenangan pusat tidak dapat dijadikan tameng. Menurut mereka, kepala daerah masih memiliki kewenangan memberikan rekomendasi pembekuan izin jika ditemukan pelanggaran.

Menanggapi tuntutan itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Berau, Muhammad Said, berjanji akan menindaklanjuti seluruh aspirasi para pekerja.
“Tuntutan para aliansi akan kita bahas sesuai dengan peraturan perundang-undangan, setelahnya akan kita teruskan ke Bupati Berau untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Salah satu fokus pembahasan adalah evaluasi menyeluruh terhadap Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, yang dinilai para buruh gagal menjalankan fungsi pengawasan.

Sekda juga mengaku akan memanggil seluruh perusahaan yang diduga melanggar perda. Namun, ia menegaskan, penyelesaian masalah tetap diserahkan kepada instansi teknis yang berwenang.

Menurutnya, akar persoalan aksi ini lebih pada minimnya komunikasi antara Disnakertrans dan serikat buruh.
“Sebenarnya ini hanya kurang komunikasi yang baik antara dinas dengan serikat pekerja sehingga timbulnya tuntutan hingga pencopotan kepala dinas,” jelasnya.

Sekda menekankan perlunya membangun komunikasi terbuka agar konflik serupa tidak terulang.
“Kami mendorong adanya dialog terbuka agar persoalan ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang konstruktif, sesuai aturan, dan mengedepankan kepentingan pekerja serta stabilitas daerah,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, menegaskan pihaknya siap mengawal aspirasi para buruh hingga ke meja kepala daerah.
“Kita dari legislatif sudah siap mengantisipasi ini, sudah banyak yang kita penuhi permintaan mereka. Salah satu contoh ya pertama kita menyikapi terkait dengan Perda itu kami sudah sampai ke provinsi. Bahkan kami juga telah mendatangkan pakar hukum dari provinsi,” katanya.

Anggota DPRD Berau Agus Uriansyah juga menilai tuntutan buruh bukanlah hal yang berlebihan.
“Ini tidak terlalu berlebihan karena mereka menuntut masalah hak. Saya kira hal yang wajar,” ujarnya.

Namun, terkait desakan agar kepala Disnakertrans diganti, Agus menegaskan bahwa hal itu harus tetap mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.
“Intinya fungsi kita, kita sudah tunjukkan pada hari ini bahwa kita adalah dewan yang tidak tidur. Kita adalah dewan yang bekerja dan memperjuangkan. Dan kami sudah bekerja keras dalam hal ini,” ucapnya.

Meski begitu, di mata para buruh, janji semacam ini sudah terlalu sering mereka dengar. Kali ini, mereka menuntut bukti nyata—bukan sekadar rapat, notulen, atau seremonial politik. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com