Tapin dan Tanbu Kekurangan Penyuluh Pertanian

TAPIN – Seperti banyak daerah di Kalimantan Selatan, Kabupaten Tapin masih kekurangan tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang ideal untuk mendampingi petani. Saat ini, Dinas Pertanian (Distan) Tapin hanya memiliki 88 penyuluh aktif, yang terdiri dari 76 pegawai negeri sipil (PNS) dan sisanya tenaga honorer daerah.

Meskipun jumlah penyuluh terbatas, Kepala Bidang Penyuluhan Distan Tapin, Anisah, menyatakan bahwa pihaknya tetap berupaya maksimal memberikan pendampingan serta edukasi kepada petani.

Distan Tapin juga belum menyerahkan pengelolaan penyuluh kepada Kementerian Pertanian (Kementan). “Kami belum melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2025, namun pendataan sudah kami lakukan untuk mendukungnya,” ungkap Anisah, Selasa (29/04/2025).

Ia menjelaskan, beban kerja penyuluh sangat berat karena satu orang bisa menangani dua hingga tiga desa, yang mengakibatkan penyuluh jarang terlihat di Kantor Balai Penyuluh Pertanian (BPP). “Jika masyarakat melihat mereka jarang berada di kantor, itu karena mereka lebih banyak berada di lapangan,” jelas Anisah.

Tapin memiliki 12 kecamatan, dan masing-masing kecamatan telah memiliki satu BPP. Selain itu, Distan Tapin juga bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam memperkuat program penyuluhan, salah satunya dengan penyediaan penyuluh pertanian swadaya (PPS), yang jumlahnya mencapai 183 orang. Penyuluh swadaya ini sangat membantu, terutama di Kecamatan Tapin Selatan yang memiliki kegiatan pertanian yang cukup aktif.

Kekurangan PPL juga terjadi di Kabupaten Tanah Bumbu. “Satu penyuluh bisa mengurus satu hingga dua desa,” kata petani di Desa Mudalang, Kecamatan Kusan Hilir, Abdul Kahar, Senin (28/04/2025). Selain kekurangan tenaga penyuluh, petani di daerah tersebut juga mengeluhkan kurangnya alat untuk menentukan unsur hara tanah dan pH air.

“Harapan kami, setiap desa memiliki satu penyuluh, dan diutamakan putra daerah agar komunikasi dengan petani lebih lancar,” ujarnya. Kahar juga mengharapkan irigasi di daerahnya, yang selama ini sangat bergantung pada hujan, dapat diperbaiki.

Koordinator Kumpulan Penyuluh Fungsional (KPF) Tanbu, Aswanto, menjelaskan bahwa di kabupaten ini hanya terdapat 82 penyuluh, sementara jumlah desa mencapai 157. Setiap tahunnya, mereka mengusulkan penambahan penyuluh, namun hanya 5-6 penyuluh baru yang dapat direalisasikan. Sebagai solusi, penyuluh yang bertugas di wilayah kering biasanya mendampingi 2-3 desa. “Untuk desa dengan dominasi kegiatan pertanian pangan, seperti Batulicin dan Kusan Hilir, satu desa diperuntukkan bagi satu penyuluh,” kata Aswanto.

Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), kekurangan penyuluh juga terjadi. Sukirman, seorang penyuluh yang bertugas di dua desa di Pegunungan Meratus, mengungkapkan bahwa ia sudah menjalani tugasnya selama 10 tahun. “Petani di dua desa ini cukup tangguh dan jarang mengalami gagal panen,” ujarnya.

Petani di desa tersebut bertani dengan menggunakan kearifan lokal dan jarang menggunakan pupuk kimia. Selain padi, mereka juga menanam tanaman hortikultura dan membudidayakan ikan. Meskipun terdapat kendala seperti musim kemarau panjang, produktivitas pertanian tetap terjaga berkat hasil hortikultura. Namun, Sukirman mengakui bahwa akses ke Desa Juhu masih terbatas, karena hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki selama dua hari satu malam melewati hutan Meratus.

Meskipun menghadapi banyak tantangan, Sukirman bertekad untuk tetap mendampingi petani dan menyampaikan informasi yang diperlukan, meski tidak setiap hari.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com