TARAKAN – Dulu menjadi permainan favorit anak-anak di kampung, kini layangan justru menebar ancaman di jalan dan udara. Kekhawatiran masyarakat Kota Tarakan terhadap maraknya insiden akibat aktivitas bermain layangan akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Melalui Surat Edaran Wali Kota Tarakan Nomor 327 Tahun 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan resmi melarang kegiatan bermain layangan di lingkungan kota.
Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Dalam beberapa pekan terakhir, warga mulai merasa resah. Benang layangan, terutama yang menggunakan benang gelasan (tajam), telah mencederai pengguna jalan hingga mengganggu penerbangan dan kelistrikan.
“Saya cukup mengapresiasi sikap tegas pemerintah yang menerbitkan SE larangan bermain layangan. Saya yakin setiap masyarakat khususnya laki-laki waktu kecil pernah bermain layangan, termasuk saya dulu di kampung. Cuma dulu kondisinya sangat berbeda dari sekarang. Dulu bangunan belum banyak, masih banyak lahan kosong dan tiang listrik tidak sebanyak saat ini. Itulah kenapa dulu hampir sangat jarang insiden terjadi. Tapi sekarang kondisinya sudah jauh berbeda bangunan semakin banyak, lalu lintas semakin padat dan jam penerbangan juga semakin masif. Sehingga hal ini yang menimbulkan persoalan,” ujar Adyansyah, Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Selasa (8/7).
Ia menilai, kebijakan ini lahir dari keprihatinan yang nyata terhadap keselamatan warga. Dalam beberapa kasus, pengendara motor mengalami luka serius akibat tersangkut benang layangan di leher. Bahkan Bandar Udara Juwata sempat melaporkan adanya gangguan penerbangan. Di sisi lain, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga menyampaikan kekhawatiran terhadap gangguan jaringan kabel.
“Kita lihat beberapa hari lalu ada seorang pengendara yang lehernya tersangkut benang layangan, beberapa hari setelahnya ada lagi seorang perempuan mengalami hal sama. Sebelumnya Bandara Juwata juga melaporkan terjadi gangguan penerbangan, di lain itu ada PLN yang mengimbau agar masyarakat tidak bermain layangan karena menganggu jaringan kabel. Nah ini yang kemudian hal ini menimbulkan keresahan masyarakat. Kami tentu mengapresiasi larangan ini, bukan karena kita anti layangan tapi lebih kepada kemaslahatan umat,” sambung Adyansyah.
Ia tidak memungkiri bahwa layangan merupakan bagian dari warisan permainan tradisional. Namun, menurutnya, aktivitas itu kini harus dibatasi demi keselamatan bersama. Ia menyarankan agar permainan tersebut tetap dilestarikan dalam bentuk yang lebih terkontrol.
“Mungkin main layang-layang ini bisa dilakukan momen tertentu misalnya kalau ada lomba kemerdekaan, festival daerah. Tapi itu harus dicari tempat yang jauh dari pemukiman dan diawasi, ketinggiannya dibatasi, benangnya tidak menggunakan yang gelasan (tajam), dan lain-lain. Supaya permainan ini bisa terus dilestarikan tapi tidak membahayakan,” tutupnya.
Kebijakan ini menandai titik balik antara pelestarian budaya dan kebutuhan akan keselamatan publik. Masyarakat diimbau untuk memahami bahwa tradisi pun perlu beradaptasi dengan perkembangan kota dan tantangan modern, agar tidak menimbulkan korban dalam praktiknya.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan