MOSKOW – Rusia diduga menggunakan bot pada aplikasi perpesanan Telegram untuk meningkatkan efektivitas drone Geran-2 yang semakin sering menyerang Ukraina, demikian laporan The Economist. Klaim ini berasal dari para insinyur Ukraina yang mengaku menemukan sebuah catatan di dalam pesawat nirawak Shahed/Geran-2 Rusia yang jatuh, yang diduga ditinggalkan oleh “seorang insinyur Rusia yang simpatik.”
Laporan The Economist didukung pula oleh media Ukraina seperti Kyiv Independent, Kyiv Post, dan RBC-Ukraine. Catatan tersebut menyatakan bahwa drone menggunakan bot Telegram untuk mengirimkan data penerbangan dan umpan video secara real-time, sehingga operator dapat memantau misi dan bahkan mengubah jalur drone dari jarak jauh. Sistem ini diduga memanfaatkan jaringan seluler 4G atau 5G Ukraina. Selain itu, drone dapat menggunakan penglihatan mesin untuk menyesuaikan jalur terbang secara otomatis, menghindari rintangan, atau memilih target dengan intervensi manusia yang minimal.
Meski klaim tersebut belum bisa diverifikasi secara independen, beberapa pihak meragukan adanya “insinyur Rusia yang simpatik” yang meninggalkan catatan tersebut. Namun, penggunaan penglihatan mesin bertenaga kecerdasan buatan (AI) dan jaringan seluler memang sejalan dengan laporan-laporan sebelumnya selama enam bulan terakhir. Rusia disebut mengembangkan varian drone Geran yang dioptimalkan untuk intelijen elektronik, pengintaian optik, serta relai komunikasi.
Varian terbaru Geran dilaporkan mampu terbang pada ketinggian lebih dari 2 km, bahkan mencapai 4,9 km di atas permukaan tanah. Drone ini juga digunakan dalam jumlah besar sebagai umpan untuk menyerang sistem pertahanan udara Ukraina. Sejak awal 2024, telah muncul laporan tentang drone Geran yang dilengkapi kamera dan modem seluler 4G untuk mengirim gambar dan memungkinkan komunikasi dua arah, sehingga operator dapat mengubah koordinat drone selama penerbangan.
The Guardian melaporkan bahwa Rusia sedang mengembangkan “kawanan pesawat tanpa awak” yang dapat saling berkoordinasi, meningkatkan efektivitas serangan. Foto yang diunggah saluran Telegram Military Informant menunjukkan Geran-2 dengan pencari elektro-optik yang dipajang di St. Petersburg.
Telegram dianggap cocok sebagai platform transmisi data yang aman dan real-time, berkat enkripsi ujung-ke-ujung dan infrastruktur berbasis cloud. Namun, penggunaan jaringan seluler Ukraina oleh pasukan Rusia dinilai berisiko, mengingat jaringan tersebut bisa dimatikan atau terganggu, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang strategi komunikasi Rusia.
Menurut laporan The Economist, narasi ini juga menjadi bagian dari perang informasi antara Ukraina dan Rusia. Ukraina mungkin berusaha menonjolkan ancaman teknologi Rusia demi mendapatkan dukungan militer dari sekutu Barat dan sekaligus membingkai serangan drone sebagai taktik tidak adil yang menggunakan platform komunikasi sipil. []
Redaksi11