Teknologi Maju, Ekologi Kacau

TOKYO — Serangan beruang yang kembali terjadi di Jepang menyoroti lemahnya mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar. Insiden terbaru terjadi di wilayah tengah Jepang ketika seekor beruang gelisah menerobos masuk ke sebuah supermarket, melukai dua pria dan membuat puluhan pengunjung panik. Di tempat lain, seorang pria ditemukan tewas di pegunungan utara, juga diduga akibat serangan beruang.

Kasus ini bukan lagi kejadian langka, tetapi pola berulang yang mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan habitat dan tata ruang. Dalam beberapa tahun terakhir, populasi beruang terus meningkat di sejumlah wilayah Jepang, sementara populasi manusia menurun dan kawasan hutan kian kehilangan keseimbangan ekologis akibat perubahan iklim dan alih fungsi lahan.

Laporan NHK yang dikutip AFP, Rabu (08/10/2025), menyebut korban tewas ditemukan di gunung wilayah Iwate bagian utara. Sementara itu, insiden di supermarket di kota Nunmata, Prefektur Gunma, sebelah utara Tokyo, terjadi pada Selasa (07/10/2025) malam waktu setempat. Seekor beruang dewasa dengan tinggi sekitar 1,4 meter menerobos masuk melalui pintu utama, membuat kekacauan selama empat menit.

“Beruang itu masuk dari pintu masuk utama dan tetap berada di dalam selama kurang lebih empat menit,” ujar Hiroshi Horikawa, pejabat perencanaan manajemen di jaringan supermarket tersebut.

Horikawa mengungkapkan, supermarket itu berlokasi di dekat area pegunungan, tetapi tidak pernah didatangi beruang sebelumnya. Namun, pernyataan itu justru menggambarkan lemahnya kesiapsiagaan terhadap ancaman satwa liar di wilayah yang semakin terdesak habitat alaminya.

“Beruang itu hampir memanjat etalase ikan dan merusak kaca. Di bagian buah-buahan, beruang itu menjatuhkan tumpukan alpukat dan menginjak-injaknya,” katanya.

Manajer supermarket menambahkan bahwa sekitar 30 hingga 40 pengunjung berada di dalam toko saat kejadian. Hewan itu tampak gelisah, berusaha mencari jalan keluar, sementara pengunjung panik menyelamatkan diri.

Kementerian Lingkungan Hidup Jepang mencatat 108 kasus serangan beruang dari April hingga September tahun ini, dengan lima di antaranya berujung kematian. Angka ini meningkat tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Namun, yang memprihatinkan, pemerintah tampak masih reaktif alih-alih preventif. Tidak ada strategi jelas untuk mengatur jarak aman antara kawasan hutan dan permukiman, atau sistem peringatan dini bagi warga di daerah rawan.

Pada hari yang sama, seorang petani di wilayah Iwate diserang beruang betina yang membawa anaknya di depan rumahnya sendiri. Beberapa hari sebelumnya, seorang turis Spanyol diserang di halte bus di Shirakawa-go, wilayah wisata pegunungan yang terkenal dengan keindahan alamnya kini juga dikenal karena ketakutannya terhadap beruang.

Serangkaian insiden ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi Jepang: negara dengan sistem teknologi mutakhir ini justru gagal mengantisipasi konflik satwa liar yang semakin sering terjadi. Beruang yang dulu dianggap penjaga hutan kini berubah menjadi simbol krisis ekologis akibat ulah manusia.

Selama pemerintah masih menunda kebijakan konkret dan hanya menanggapi setelah insiden terjadi, maka supermarket, ladang, hingga halte bus bisa menjadi lokasi serangan berikutnya. Jepang kini dihadapkan pada pertanyaan yang lebih besar: siapa yang sebenarnya menyerang siapa manusia terhadap alam, atau alam yang akhirnya melawan? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com