YERUSALEM – Pemerintah Israel kembali memicu kecaman internasional setelah pekan ini menyetujui pembangunan besar-besaran permukiman Yahudi baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Keputusan ini dipandang sebagai kelanjutan dari proses aneksasi de facto atas tanah Palestina, yang telah lama menjadi sumber konflik di kawasan tersebut.
Organisasi pemantau permukiman Peace Now menyatakan bahwa langkah terbaru ini merupakan ekspansi permukiman terbesar sejak ditandatanganinya Kesepakatan Oslo pada awal 1990-an. Dalam pernyataan bersama, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengungkapkan bahwa 22 permukiman baru akan didirikan, termasuk di area yang sebelumnya pernah ditarik mundur oleh Israel melalui keputusan kabinet keamanan.
“Semua komunitas baru ini didirikan dengan visi strategis jangka panjang, bertujuan untuk memperkuat kendali Israel atas wilayah tersebut, mencegah pembentukan negara Palestina, dan mengamankan cadangan pembangunan untuk permukiman di dekade mendatang,” bunyi pernyataan dari kedua menteri tersebut.
Kritik keras datang dari berbagai pihak, termasuk dari Otoritas Palestina. Abu Rudeineh, dalam sebuah pernyataan resmi, menegaskan bahwa keputusan ini hanya akan memperpanjang siklus kekerasan dan memperparah ketidakstabilan di kawasan.
Peace Now, dalam laporannya, menyebut langkah pemerintah sebagai bentuk kejujuran yang terang-terangan tentang arah kebijakan mereka. “Pemerintah (Israel) menjelaskan, lagi dan tanpa menahan diri, bahwa mereka lebih memilih memperdalam pendudukan dan memajukan aneksasi de facto daripada mengejar perdamaian,” kata organisasi tersebut. Mereka juga menyatakan, “Pemerintah Israel tidak lagi berpura-pura sebaliknya: aneksasi Wilayah Pendudukan dan perluasan permukiman adalah tujuan utamanya.”
Permukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan Dataran Tinggi Golan, telah lama dianggap ilegal menurut hukum internasional. Padahal, Kesepakatan Oslo pada 1993 dimaksudkan untuk membuka jalan menuju solusi dua negara melalui pembentukan negara Palestina yang merdeka.
Dalam beberapa bulan terakhir, militer Israel memperluas kehadirannya di Tepi Barat dengan operasi skala besar, termasuk pengerahan tank yang belum pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Puluhan ribu warga Palestina dilaporkan telah tergusur akibat operasi ini.
Pada Februari lalu, Israel Katz memerintahkan militer agar mempersiapkan kehadiran jangka panjang di kawasan tersebut seiring dengan pengosongan kamp-kamp pengungsi Palestina. Gelombang serangan serta penangkapan terus terjadi dalam beberapa minggu terakhir, menunjukkan bahwa tensi di lapangan belum mereda.
Peace Now menyebut bahwa dari 22 permukiman baru yang direncanakan, 12 di antaranya adalah legalisasi dari pos-pos terdepan yang selama ini dianggap ilegal, didirikan tanpa izin pemerintah oleh kelompok pemukim Yahudi. Sembilan permukiman lainnya sepenuhnya baru, sedangkan satu akan diubah statusnya dari lingkungan yang ada menjadi permukiman yang berdiri sendiri.
Bezalel Smotrich secara terbuka mengungkapkan kebanggaannya terhadap pembangunan tersebut. Dalam sebuah pernyataan ia menegaskan bahwa tujuannya tidak lain adalah aneksasi wilayah. “Langkah selanjutnya – kedaulatan! Kami tidak mengambil tanah asing, tetapi warisan leluhur kami,” kata Smotrich.
Sebagai bagian dari proses ini, kabinet keamanan Israel sebelumnya telah menyetujui langkah pendaftaran tanah di Area C Tepi Barat, wilayah yang secara administratif dan militer berada di bawah kontrol penuh Israel. Peace Now menilai proses tersebut sebagai upaya sistematis untuk merampas tanah Palestina. Organisasi itu menyebutnya sebagai “pencurian besar-besaran tanah Palestina,” memperkuat tuduhan bahwa ekspansi permukiman lebih berorientasi pada penguasaan permanen ketimbang perdamaian jangka panjang. []
Redaksi11